Ads
Tafsir

Berbagi dengan Allah (Bagian 3)

Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Pengasih

Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam

Maha Pemurah, Maha Pengasih

Hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan

Tunjukilah kiranya kami jalan yang lurus

Jalan mereka  yang Kaulimpahi anugerah, bukan mereka yang kena murka dan bukan mereka yang sesat. (Q. 1:1-7)

Adapun nama ketujuh adalah yang disebut resmi dalam Alquran: As-Sab’ul Matsani (Tujuh yang Diulang), karena ia diulang-ulang melafalkannya di dalam salat, dibaca di tiap rakaat. (al-Khazin, loc.cit.).Ibn Jarir  meriwayatkan dari sumber pertama, Abu Raja, yang bertanya kepada Al-Hasan mengenai firman “Dan sungguh sudah Aku berikan kepada engkau Tujuh yang Diulang-ulang dan Quran yang Agung” (Q. 15:87). Kata Al-Hasan, “Itu Fatihatul Kitab (surah Fatihah).”

Lalu Al-Hasan kembali ditanya soal itu, “sedangkan aku (kata Abu Raja) mendengar.” Al-Hasan lalu membaca surah tersebut: Alhamdu lillaahi rabil ‘aalamiin, sampai ke penutup. Kemudian berkata, “Diulang di setiap pembacaan” –atau, katanya, “di setiap sembahyang” (keraguan dari Abu Ja’far Thabari). “Diulang” itulah yang dimaksudkan dengan al-matsaanii, sebagai nama lain dari Fatihah. Karena itu adalah Fatihah yang dimaksudkan Abu Najm Al-’Ajali dengan kata terakhir petikan kasidahnya berikut:

Alhamdu lilaahil ladzi ‘aafaanii

Wa kulla khairin ba’dahu a’thaanii

Minal Qur’aani wa minal Matsaanii

Puji Allah yang telah berkenan memelihara diriku ini

Dan segala yang baik yang Dia berikan kepadaku selain ini

Berupa Al-Quran serta Al-Matsani

(Thabari, loc.cit.).

Tetapi, bisa juga al-matsaanii berasal dari istitsnaa’ (pengkhususan, pengecualian). Ini karena Allah mengkhususkannya hanya untuk umat Muhammad dan menyimpannya, tidak menurunkannya, kepada yang lain. Di samping itu, tidak tertutup kemungkinan ia disebut surah yang “berulang-ulang” karena diturunkan dua kali.

Nama kedelapan adalah Al-Wafiah (Yang Lengkap). Ini karena dia tidak dibagi di dalam salat — tidak dibaca hanya sebagian — seperti surah-surah lain. Sedangkan nama kesembilan Al-Kafiah (Yang Mencukupi), karena dia mencukupi yang lain-lain di dalam salat, sementara yang lain-lain tidak bisa menggantikannya. Untuk salat, seperti yang kita tahu, orang hanya wajib membaca Fatihah dan bukan atau tanpa yang lain.

Hakikat Pembagian

Hadis Abu Sa’id ibn Al-Ma’la. Ia bertutur: “Aku bersembahyang di masjid. Rasulullah memanggilku, aku tidak menjawab. Baru kemudian aku datang, dan berkata ‘Ya Rasulullah, barusan saya bersembahyang. Sahut beliau, ‘Bukankah Allah sudah berfirman, “Sambutlah Allah dan Rasul-Nya kalau memanggil kamu”. Kemudian kata beliau, ‘Akan kuberi tahu kamu sebuah surah, yang adalah surah paling agung dalam Alquran, sebelum kamu keluar dari masjid’. Lalu beliau mengambil tanganku. Ketika beliau sendiri bermaksud meninggalkan masjid, aku yang mengingatkan beliau: ‘Ya Rasulullah, bukankah Bapak berkata, “Akan kuberi tahu kamu sebuah surah yang adalah surah paling agung dalam Al-Quran”? ‘Sabda beliau: ‘Alhamdu lillaahi raabil aalamiin. Dialah “Tujuh Yang Diulang-ulang” dan “Quran yang Agung” yang aku terima’.” (Riwayat Malik).

Dari Ubay ibn Ka’b r.a., katanya: Sabda Rasulullah s.a.w., “Allah tidak menurunkan di dalam Taurat maupun Injil yang sebanding dengan Ummul Quran. Dia adalah Tujuh yang Diulang-ulang dan Alq`uran yang Agung.  “Dia terbagi antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.” (Riwayat Turmudzi dan Nasa’i).

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Siapa saja yang mengerjakan satu salat tanpa membaca Ummul Quran maka dia tidak lengkap. Tidak lengkap.” “Sang perawi menyahut: “Wahai Abu Hurairah. Terkadang saya berada di belakang imam.” “Abu Hurairah menyentuh lenganku (perawi) dan berkata, ‘Baca sajalah diam-diam, Anak Parsi. Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, “Berfirman Allah Tabaraka Wata’ala, ‘Aku sudah membagi salat antara Aku dan separo untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku mendapat yang dia minta.’

Pada ketika si hamba mengucapkan Alhamdu lillaahi rabil ‘aalamiin, berkata Allah, Hamba-Ku memuji Aku’. Ketika ia mengucapkan Ar-rahmanir Rahim (Maha Pemurah, Maha Pengasih),  berfirman Allah, ‘Aku menanggung hamba-Ku’. Ketika ia mengucapkan  Maaliki yaumiddiin (“Penguasa hari pembalasan”), Allah berfirman, ‘Hamba-Ku mengagungkan Aku — dan mungkin juga kata-kata itu Hamba-Ku menyerahkan urusannya kepada-Ku.’

Lalu, ketika ia berkata, Iyyaaka na’budu wa-iyyaaka nasta’iin (Hanya kepada-Mu kami menyembah da mohon pertolongan), firman Allah: ‘Ini antara Aku dan Hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta.’ Sedangkan ketika ia melafalkan Ihdinash shiraathal mustaqiim, shirathal ladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdluubi ;alaihim waladh-dhaalliin  (“Tunjukilah kiranya kami jalan yang lurus, Jalan mereka yang Kau limpahi anugerah, bukan mereka yang kena murka dan bukan mereka yang sesat”), Allah berfirman, ‘Yang ini untuk hamba-Ku, Hamba-Ku mendapat yang dia minta’.”

Syahdan, hakikat pembagian, yang dijadikan-Nya antara Dia dan hamba-Nya, itu pulang kepada makna, bukan kepada lafal. Karena surah ini, dari jurusan makna, separonya pujian dan separonya permohonan dan doa”. Ini pembagian menurut Al-Khazin, senada dengan hadis di atas, lebih global dibanding yang dibuat Zamakhsyari dan diuraikan Jurjani. Bagian pujian selesai pada Iyyaaka  na‘budu, sedangkan wa iyyaaka nasta‘iin sudah termasuk bagian doa. Karena itulah Ia berfirman, “Ini antara Aku dan hamba-Ku. Hamba-Ku mendapat apa yang dia minta. (Khazin, op.cit.:11-12). Amin.

Penulis: Syu’bah Asa (1941-2011), pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Asisten Pemimpin Umum Panji Masyarakat; Sumber: Panji Masyarakat, 15 Desember 1999.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda