Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Pengasih
Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam
Maha Pemurah, Maha Pengasih
Hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan
Tunjukilah kiranya kami jalan yang lurus
Jalan mereka yang Kaulimpahi anugerah, bukan mereka yang kena murka dan bukan mereka yang sesat. (Q. 1:1-7)
Ada sejumlah nama untuk rangkaian ayat ini — dan banyaknya nama memang lazim menunjukkan kebesaran yang diberi nama. Pertama, Fatihatul Kitab. Disebut demikian karena dengan ayat-ayat itu Alquran dibuka, dengan itu penulisan mushaf-mushafnya dimulai, dan dengan itu pula sembahyang diawali. Kedua, surah Al-Hamd (Pujian) — karena dimulai dengan alhamdu lillah. Ketiga, Ummul Quran atau Ummul Kitab (umm artinya ibu), karena dia pondasi Alquran. Ada juga yang berkata: karena dia imam untuk semua surah yang mengiringinya dalam Alquran ( Al-Khazin, loc.cit.).
Atau karena ia meliputi seluruh makna yang terkandung dalam Alquran. Yakni pujian kepada Allah Ta’ala yang memang Dzat yang selayaknya, laku ibadah dengan menetapi perintah dan larangan, serta berita gembira dan ancaman. (Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, I:23).
Mengenai pujian, yakni pengenaan sifat-sifat kesempurnaan pada Allah Ta’ala, itu jelas kiranya. Sedangkan ibadah yang dimaksudkan itu berada dalam Iyyaka na’budu (“Kepada-Mu kami menyembah”). Karena ibadah adalah laku seorang hamba memenuhi tuntutan penyembahan dan apa yang membangun laku itu, seperti kepatuhan kepada semua perintah Al-Maula (Sang Pelindung) dan kepada larangan-Nya. Atau, faktor ibadah itu terletak di dalam ash-shirathal mustaqiim (“jalan yang lurus”). Sebab yang dimaksudkan adalah agama Islam, yang mengandung hukum-hukum. Atau, di dalam alhamdu lilllah –– karena ini pengajaran kepada para hamba, yang maknanya: “Katakan: ‘Segala puji bagi Allah’…. “ Sedangkan perintah melakukan sesuatu yang bersifat wajib mengharuskan pelarangan apa saja yang menjadi lawannya.
Sementara itu mengenai berita gembira dan ancaman, itu berada dalam an’amta ‘alaihim (“Kaulimpahi anugerah”) dan almaghdhuubi ‘alaihim (“yang kena murka”). Atau dalam yaumid diin (“hari pembalasan”), karena ini mengandung faktor-faktor pahala dan hukuman.
Adapun maksud pembatasan tujuan-tujuan Alquran yang luhur itu ke dalam landasan yang tiga di atas adalah bahwa kitab suci ini diturunkan untuk sebagai bimbingan kepada para hamba bagi pengenalan tempat berangkat dan tempat pulang. Yakni agar mereka menunaikan hak Pencipta dengan menuruti apa-apa yang Dia perintahkan dan Dia larang, dan menyimpan, dengan itu, pahala yang besar untuk negeri tempat berpulang.
Atau, dengan ungkapan lain, Alquran diturunkan untuk menjamin kebahagian insan, dan itu dengan mengenal pelindungnya dan menyambungkan diri kepada-Nya dengan segala sarana yang mendekatkannya dengan Dia dan menyingkiri segala yang menjauhkannya daripada-Nya. Tidak boleh tidak, untuk menjalin hubungan itu diperlukan pendorong. Dan itulah berita gembira (al-wa’d). Sedangkan untuk penyingkiran diri diperlukan penghardik, dan itulah ancaman (al-wa’iid). Kalaulah tidak dengan yang dua itu, tentulah kemalasan yang sangat alami itu menguasai jiwa, bertahta segala rangsang hawa nafsu makhluk manusia, sementara jiwa tertutup dari hadirat Cahaya akibat kegelapan yang tiap bagiannya lebih pekat dari yang selebihnya.
Surah Perbendaharaan
Tidak bisa dikatakan bahwa banyak surah dalam Alquran. mengandung makna-makna tersebut. Tidak pula mereka dinamai Ummul Quran. Karena surah ini didahulukan dari segala surah yang lain di dalam letak…… sedangkan dia mengandung seluruh makna yang sudah disebut secara global, dengan tertib isi yang bagus, kemudian dirinci dalam posisi ibarat Mekah dibanding segala wilayah…. Maka seperti halnya Mekah menjadi ibu negeri (Ummul Qura), demikian pula Fatihah menjadi Ummul Quran (Induk Quran). (Al-Jurjani, Hasyiah dalam Zamakhsyari, op.cit.23n-24n).
Tetapi dari jurusan kandungan itu juga ia disebut, sebagai nama keempat, surah Kanz (Perbendaharaan). Adapun dinamakannya dia surah Shalah, sebagai nama kelima, adalah karena ia, berkat pembacanannya dalam salat, menjadi surah yang utama atau yang memuaskan. (Zamakhsyari, op.cit:24). Dengan kata lain, pewajiban pembacaan Fatihah di dalam salat menjadikan surah ini punya fadhilah (keutamaan), menurut mazhab Abu Hanifah, atau surah yang memuaskan menurut mazhab Syafi’i. (Jurjani, op.cit:24n). Itu di samping, sebagai nama keenam, ia disebut juga surah Syifaa’ (Obat) atau Syafiah (Yang Mengobati). (Zamakhsyari, loc.cit.). Bersambung
Penulis: Syu’bah Asa (1941-2011), pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Asisten Pemimpin Umum Panji Masyarakat; Sumber: Panji Masyarakat, 15 Desember 1999