Ads
Tafsir

Perenungan dalam Keindahan (Bagian 3)

Gunung-gunung berhubungan erat dengan sungai-sungai  karena, dengan kelebatan hutan-hutannya, menyimpan demikian banyak air dan menjadi awal aliran bengawan. Karena itu, sebagian besar ayat Quran yang menyebut  gunung menyebut pula sungai, atau air yang segar

Meski begitu, dari segi cara pengemukaan “tanda”, ketiga ayat di atas masih menempuh jalan yang lebih sederhana – masih hanya pada satu daratan. Ayat berikut ini, sebaliknya, lebih complicated  —  dan karena itu, dalam keadaannya yang (berbeda dari”teori” Razi) justru memuat lebih banyak tanda, bisa dipersepsi sebagai menunjuk pada tahap keempat. Itu juga berdasarkan masa turunnya yang sesudah masa turun ayat terakhir di atas: ia termuat dalam surah Ar-Ra’d, yang diwahyukan selang 6-8 surah sesudah Ali Imran ( As- Suyuthi, ibid.). Inilah ayat itu:

“Adalah Allah yang meninggikan langit tanpa tiang seperti yang kalian lihat, kemudian bersemayam di Arasy dan menundukkan matahari dan bulan, semuanya beredar sampai ajal tertentu. Ia mengatur titah dan menjelaskan segala tanda, agar kalian dalam hal pertemuan dengan tuhan kalian bertambah yakin. Adalah Dia yang membentangkan bumi dan menjadikan di sana gunung-gunung dan sungai-sungai. Dari setiap buah-buahan di jadikannya satu pasangan; ia menutup malam ke siang. Sungguh dakam hal itu terdapat tanda- tanda untuk kaum yang berpikir. Adapun di bumi terdapat bidang- bidang yang berdampingan dan kebun-kebun anggur dan tanaman pertanian dan korma-korma, yang bercabang dan tak bercabang, disiram dengan air yang satu. Kami lebihkan pula yang sebagian atas yang lain didalam rasa. Sungguh dalam hal itu terdapat danta- tanda bagi kaum yang menggunakan akal” (Q.13: 2-4 )

Dalam ayat- ayat yang kompleks ini tanda-tanda alam yang “biasa” (matahari dan bulan, gunung-gunung, sungai-sungai, malam dan siang, kebun anggur, tanaman pertanian, korma-korma) dicampurkan dengan tanda-tanda yang lebih menuntut pengertian keilmuan (langit yang tanpa tiang, ajal —  batas umur — matahari dan bulan, bumi yang dibentangkan, pasangan buah-buahan, bidang- bidang tanah yang berdampingan, air yang satu, rasa yang berbeda-beda) dan dengan butir keimanan (arasy, pengaturan titah, dan penjelasan segala tanda).

Kekayaan kandungan ayat yang kita letakkan di tahap keempat ini juga bisa dilihat dari kemungkinan penjelasan tanda-tanda kelompok “biasa” tersebut. Matahari dan bulan, di situ, sebenarnya hanya diterakan sebagai wakil semua benda angkasa selain bumi. Buktinya, kata yang digunakan setelah matahari dan bulan adalah “semuanya”, dan bukan  “kedua-duanya”. Ayat lain akan menyebutkan bahwa matahari dan bulan memang tidak sendirian – ada teman-temannya, yang boleh diwakilinya: “ dan matahari dan bulan dan bintang-bintang beredar dalam ketundukkan kepada titah-Nya” (Q. 7:54).

Adapun gunung-gunung berhubungan erat dengan sungai-sungai. Yaitu karena gunung, dengan kelebatan hutan-hutannya, menyimpan demikian banyak air dan menjadi awal aliran bengawan. Karena itu, seperti dikatakan Razi, sebagian besar ayat Quran yang menyebut  gunung menyebut pula sungai, atau, seperti dalam Q. 77:27, “air yang segar”.

Sementara itu,  panjangnya malam berkaitan dengan musim dingin, sementara panjangnya siang dengan musim panas. Mengapa “malam dan siang” diletakkan persis setelah “buah- buahan”? Pertama karena kedua- duanya memang berhubungan dengan buah- buahan, dari segi pengerasan dan pematangan. Dan kedua karena malam dan siang, seperti halnya buah- buahan, juga berpasangan. ( Lihat Al-Qasimi, Mahasinut Ta’wil, IX :324-328,passim). Bersambung

Penulis: Syu’bah Asa (Sumber: Panjimas, Agustus 2003)

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading