Tasawuf

Pengalaman Menghadapi ”Kematian”

Selain bukti-bukti lahiriah sebagaimana catatan sebelumnya, keberadaan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, dapat juga dirasakan melalui pengalaman batin. Dengan bermeditasi, manekung atau bertafakur, kilasan – kilasan tentang adanya Sang Maha Agung, insya Allah dapat dirasakan. Demikian pula jika dengan hati yang jernih kita mau merenungkan sejenak perjalanan hidup kita. Pasti ada saja hal-hal yang terjadi di luar nalar ataupun jangkauan kekuasaan manusia. Hanya saja gangguan setan, hawa nafsu dan pesona dunia, seringkali mengaburkan bahkan mencoba menghapus hal-hal tersebut.

Banyak kisah di berbagai belahan bumi tentang orang yang mati  untuk beberapa saat kemudian hidup kembali, atau ruhnya keluar meninggalkan jasad dan kemudian masuk kembali, yang bisa menggambarkan adanya kekuatan gaib adikodrati yang maha luar biasa di luar diri kita. Seorang pengemudi dari sahabat penulis di Solo, Kanjeng Raden Haryo Tumenggung Tri Handayani, pernah mengalami kejadian tersebut, bahkan jenazahnya sudah sempat dimandikan. Kami senang sekali berbincang-bincang menanyakan kepada Simpar, nama pengemudi tadi, tentang perjalanannya selama meninggal dunia. Ternyata kisah Simpar memiliki garis besar cerita yang sama dengan orang-orang yang mengalami kejadian serupa. Mereka melihat ruhnya keluar dari jasadnya, menyaksikan sanak saudara meratapi dan merawat jenazahnya; melihat orang ramai bertakziah, berkelana kesana-kemari dan lain-lain. Tetapi pada akhirnya ada kekuatan gaib yang menyuruhnya kembali memasuki jasadnya dan subhaanallaah, hidup kembali.

Penulis mempunyai seorang kakak perempuan, Hidayati, yang wafat pada tanggal 5 Oktober 2001. Beberapa hari sebelum wafat, beliau mengambil semua uangnya dari bank dan menyimpannya di lemari. Sebagian kecil diantaranya dipakai untuk melunasi arisan dan kewajiban kredit seprei yang mestinya belum saatnya jatuh tempo.

Beberapa menit sebelum wafat, menjelang azhar, beliau yang sudah sakit-sakitan duduk di kursi menghadap kiblat sambil berkata kepada sanak saudara di sekelilingnya, bahwa beliau sayup-sayup tapi makin lama makin dekat mendengar suara orang-orang tahlilan, sementara itu keringat mengucur deras dari tubuhnya.

Lantaran tidak ada yang mendengar, lagi pula memang tidak lazim tahlilan menjelang asar, beberapa kerabat di rumah kami tentu saja mencemooh kata-katanya, namun melihat, bahkan menyeka keringat yang mengucur deras dari tubuhnya. Ketika mereka meninggalkan kakak kami sendirian untuk mengambil air wudu, dan segera sesudah itu mereka kemudian melihat kakak  tertidur di kursi tadi, yang ternyata meninggal dunia. Semoga Allah Yang Maha Agung menganugerahkan derajat kemuliaan disisi-Nya. Amin.

Seorang guru kami, ustadz Bedu Abdurahman yang mempunyai kemampuan menggabungkan metode zikir, tafakur dan meditasi sekaligus, pernah pada suatu waktu tatkala mengajari beberapa muridnya berkhalwat, sempat membimbing dan mengajak melakukan yang orang Jawa menyebutnya ngraga sukma. Melepaskan ruh dari jasad untuk beberapa saat. Ustadz sering ”bercanda” dengan keluarganya, membujur di musholla rumahnya sebagaimana layaknya orang meninggal, namun beberapa saat hidup kembali.

Pada suatu siang, beliau melakukan hal itu, tetapi ternyata kali ini adalah sungguh-sungguh, sehingga mengejutkan sanak keluarganya. Sementara itu di sisi jasadnya, almarhum telah menyiapkan sebuah peti berisi peralatan untuk merawat jenazah. Ada kain kafan, sabun mandi dan minyak wangi. Semoga Allah Yang Maha Pengasih menjadikan kekasih-Nya serta menganugerahkan derajat kemuliaan di sisi-Nya. Amin.

Ada pun penulis, juga memiliki pengalaman tersendiri meskipun tidak seluar biasa kisah-kisah tadi. Tahun 2011 tatkala  sakit dan harus dirawat di suatu rumah sakit, tiba-tiba setelah menjalani suatu tindakan medis pada sekitar waktu maghrib, kondisi penulis merosot sehingga harus dipindah ke ruang intermediate. Perut penulis menjadi buncit dan sulit bernafas. Yang penulis ingat, berbagai peralatan yang nampak cukup besar termasuk alat ronsen dibawa ke kamar. Sesudah itu penulis tidak tahu atau tidak ingat apa-apa lagi. Menurut cerita isteri dan anak-anak, lewat tengah malam menjelang dini hari dokter memanggil mereka, meminta izin dan mendiskusikan untuk membuat penulis tidur total dengan organ-organ tubuh diaktifkan oleh mesin. Entah bagaimana tepatnya, tapi yang mereka dengar dan pahami, cairan tubuh merendam tiga perempat paru-paru serta mendesak diafragma yang selanjutnya menekan jantung

Tentu saja anak-isteri  terkejut dan segera menghubungi adik, keponakan dan kerabat-kerabat dokter termasuk dr.Hariman Siregar, yang semuanya menolak rencana tindakan tersebut. Sementara itu penulis merasakan, ruh penulis ditarik dan kemudian ditopang oleh empat tangan yang berupa cahaya putih kebiruan nan sangat indah luar biasa, keluar dari tubuh, berkeliling di ruang dan kamar-kamar rumahsakit melihat keadaan pasien-pasien lain. Tetapi seperti ada yang mengingatkan, ini belum saatnya. Karena itu penulis minta kembali menyatu dengan raga. Demikian hal itu terjadi dua kali. Sampai kemudian penulis betul-betul sadar dan terbangun mendengar suara keras sahabat  dokter Hariman menegur dan mengumpulkan dokter-dokter jaga.

Kaum kerabat yang dokter, sungguh menyesalkan keadaan yang penulis alami, yang menyebabkan  terpaksa harus dipindah dari kamar rawat inap biasa  ke ruang intermediate, bahkan nyaris dipindah lagi ke ruang perawatan yang lebih khusus untuk harus hanya dihidupkan dengan mesin,  menurut mereka mestinya tidak perlu terjadi. Di lain pihak, penulis justru mensyukuri karena dengan itu  memperoleh pengalaman dan hikmah yang luar biasa. Meskipun jika ditanya dan diminta untuk mengulangi, tentu saja akan menolaknya.

Alhamdulillah. 

(Seri Tulisan ”Orang Jawa Mencari Gusti Allah”).

About the author

Avatar photo

B.Wiwoho

Wartawan, praktisi komunikasi dan aktivis LSM. Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat (1996 – 2001, 2019 - sekarang), penulis 40 judul buku, baik sendiri maupun bersama teman. Beberapa bukunya antara lain; Bertasawuf di Zaman Edan, Mutiara Hikmah Puasa, Rumah Bagi Muslim-Indonesia dan Keturunan Tionghoa, Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, Operasi Woyla, Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945 serta Pancasila Jatidiri Bangsa.

Tinggalkan Komentar Anda