Tafsir

Perenungan dalam Keindahan (Bagian 1)

Bicara tentang gunung-gunung kita berpikir tentang warnanya yang biru azura dari kejahuan, yang diakibatkan oleh efek-efek  atmosferik, dan efek-efek atmosferik ini menuntun pikiran kita ke keagungan awan-awan, ke saat-saat matahari tenggelam, ke berbagai sinar dan cahaya ekliptik, aurora borealis, dan semua jenis perarakan  indah yang di sediakan alam.

Sesungghnya yang gentar kepada Allah di antara para hamba-Nya hanyalah para ulama. (Q. 35: 28)

Tidak ada yang luar biasa dari isi kalimat  di atas — bahwa yang gentar kepada Allah di antara para hamba-Nya adalah (atau hanyalah ) para ulama. Siapa, sih, yang bisa menghargai pernyataan yang  ‘’sama sekali tidak mengherankan’’ itu? Ada. Yakni mereka, terutama, yang tadinya tidak tau bahwa pengertian ‘’ulama’’ di situ tidak berisi sama dengan yang ada dalam kepala mereka. Kalimat di atas itu adalah bagian dari dua ayat yang berbicara tentang hal-hal yang bisa berlainan dari yang dibayangkan. Lengkapnya: ’’Tidakah kau lihat bahwa Allah menurunkan dari langit air hujan, lalu kami keluarkan dengan  itu buah-buahan bermacam warna? Dan di antara gunung-gunung ada garis-garis putih dan merah aneka rona, di samping yang hitam kelam. Adapun dari manusia, hewan melata dan hewan ternak, terdapat pula yang berbeda-beda di dalam warna. Sesungguhnya yang gentar kepada Allah di antara para hamba-Nya hanyalah para ulama. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa,Maha Pengampun’’ (Q.35:27-28).

Aurora borealis

Jadi,  itu ayat-ayat tentang alam. Dan kemudian baru tentang ‘’ulama’’. Yang menarik ialah setelah menyebut air hujan, ayat-ayat itu melukiskan alam secara khusus dari segi warna tidak hanya warna buah-buahan, tapi juga warna-warni manusia, gunung-gunung, binatang, dan ternak. Harap diketahui bahwa perhatikan Alquran kepada warna ini sangat menarik, dan umumnya di luar kesadaran kita. Sekadar contoh:

Salah satu pertanyaan yang di  ajukan kepada Musa a.s. oleh umatnya, ketika ia menyampaikan perintah Allah  kepada mereka agar menyembeli sapi, adalah ‘’apa warnanya’’ (Q. 2:69). Di antara tanda-tanda Allah yang diangkatkan-Nya kepada kita, dalam Alquran,  adalah ‘’perbeda-bedaan lidah kamu dan warna kamu (bahasa kamu dan warna kulit kamu) ‘’(Q. 30:22). Madu, yang keluar dari perut lebah, juga dikatakan  ‘’berbeda-beda warnanya’’ (Q.16:69). Sedangkan tanaman-tanaman disebutkan ‘’beraneka macam warnanya, kemudian layu dan kaulihat menjadi kuning’’(Q. 39:21). Pokoknya, ’’apa yang di sediakan-.Nya  untuk kamu di bumi berlain-lainan di dalam warna’’ (Q.16:13).

Dan kini warna gunung-gunung .’’Bicara tentang gunung-gunung,’’ kata Yusuf Ali, ’’kita berpikir tentang warnanya yang biru azura dari kejahuan, yang diakibatkan oleh efek-efek  atmosferik, dan efek-efek atmosferik ini menuntun pikiran kita ke keagungan awan-awan, ke saat-saat matahari tenggelam, ke berbagai sinar dan cahaya ekliptik, aurora borealis, dan semua jenis perarakan  indah yang di sediakan alam’’ (Abdallah Yousuf Ali, The Glorius Kur’an, Translation and Commenrary,1161 n).

Di tengah panorama  warna wanita itulah ‘’ulama’’ berada: orang-orang dengan penghayatan yang intens, dengan kualitas nurani dan pikiran tertentu. Mohammed Marmaduke  Pickthall menerjemahkan al-ulamaa itu dengan  the erudite, ‘’orang terpelajar’’ (The Meaning of the Glorious Koran, 313). Yousuf Ali (h.1161) menyalinnya dengan who have knowledge, ’’orang berilmu’’. Tidak satu kitab tafsir pun bermaksud membatasi pengertian kata yang, dalam bentuk seperti itu, hanya satu kali disebutkan dalam Quran, itu dengan ‘’ahli agama’’, atau kiai, ustadz, atau mubaling ,meski orang-orang ini boleh sangat layak mempunyai penghayatan seperti itu.

Adapun pembukaan ayat pertama itu berbunyi, ‘’Tidakkah kamu lihat ….’’ Dan dalam gaya Alquran, itu berarti tantangan kepada pikiran. Ini hakikatnya, ayat yang mengasung orang  kepada penyadaran akan kebesaran Allah lewat pemikiran alam, dan disinilah tiba-tiba kata ’’ulama’’ itu menjadi terasa paling layak didudukan

Dari segi itu ia  ayat keilmuan. Tetapi ini ayat keilmuan yang masih bergerak pada tingkat pertama, tingkatan indera. Berita mengenai diturunkannya air hujan, di awal ayat, segera saja disambut dengan pemaparan warna-warni itu sebuah panorama inderawi.

Tetapi ada tahap berikutnya, rangsangan itu bukan  lagi terutama kepada indera. Yakni dalam ayat, ’’Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi , silih  bergantinya malam dan siang, kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan barang-barang yang bermanfaat untuk manusia, di dalam hujan yang diturunkan Allah dari angkasa, lalu  di hidupkan-Nya bumi dengan itu sesudah kematiannya, dan disebarkan-Nya di situ segala jenis binatang melata, dalam perkisaran berbagai angin, dan awan yang berkendalikan antara langit  dan bumi, terdapat tanda-tanda bagi kalangan yang menggunakan akal’’(Q.2:164).

Penulis : Syubah ‘Asa (Panjimas) Bersambung

About the author

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda