Ads
Mutiara

Ulama Patani, Sufi Gadungan dan Jihad

Jika sebuah negara Islam diserang dan dicaplok orang kafir, kaum muslim wajib memerangi mereka sampai diraih kembali kemerdekaan.   

“Imam Al-Ghazali adalah bagai laut dalam,yang menyimpan mutiara-mutiara amat berharga, yang tidak ditemukan di laut-laut lainnya.”

Itu adalah ungkapan Syekh Daud Al-Fathani, ulama Nusantara yang hidup pada akhir abad ke-18 dan abad ke-19. Bagi dia, Al-Ghazali adalah sufi terbesar nomor pertama, dan yang kedua adalah Asy-Sya’rani yang dia sebut sebagai penghulu alias gurunya yang menuntun dia di jalan Tuhan.

Dalam pada itu, Al-Fathani amat kritis terhadap orang-orang yang menampilkan diri mereka sebagai sufi. Padahal dalam kenyataan mereka adalah sufi-sufi gadungan, alias hanya berlagak seperti sufi, yang tidak mengenal ajaran-ajaran tasawuf yang sebenarnya. Di antara kelompok sufi gadungan itu, menurut dia, adalah orang-orang yang menyatakan diri mereka telah mencapai penyatuan (ittihad) dengan Tuhan. (Azra, 2005).

Tidak syak lagi, Syekh Daud Al-Fathani adalah ulama asal Patani, Thailand Selatan, yang masih serumpun dengan kaum Muslim Melayu-Indonesia. Ia dilahirkan tahun 1740 (ada juga yang menyebut tahun 1724 dan 1769), dan meninggal di Tha’if (Arab Saudi) pada 1847. Makamnya bersampingan dengan makam Abdullah ibn Abbas r.a., sepupu Rasulullah  s.a.w.

Al-Fathani lahir di Kresik, sebuah kota pelabuhan tua di Patani, tempat dulu Maulana Malik Ibrahim, salah seorang Walisanga, mengajarkan Islam sebelum dia pindah ke Jawa Timur, yaitu Gresik yang kemudian menjadi pusat Islam di Jawa. Konon Al-Fathani punya hubungan leluhur dengan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Selain itu, juga disebutkan bahwa kakek Daud Al-Fathani adalah Datuk Andi Maharajalela, seorang pangeran dari Kesultanan Bone, Sulawesi Selatan. Ia datang ke Pattani tahun 1637, menysusul kekacauan di istana Kesultanan Bone. Kemudian dia menikah dengan wanita Pattani, dan berhasil menanamkan pengaruhnya di kalangan Kesultanan Patani.

Mula-mula Daud memperoleh pendidikan agama dari ayahnya. Setelah itu ia belajar di berbagai pondok di Patani. Di kemudian hari ia belajar di Aceh selama dua tahun, sebelum akhirnya ke Mekkah dan bergabung dengan kalangan murid Jawi (Nusantara) yang telah bermukim di sana.Di antaranya Abdush Shamad Al-Palimbani, Muhamad Arsyad Al-Bajari, Abdul Wahab Al-Bugisi, Abduurahaman Al-Batawi, dan Muhamad Nafis Al-Banjari. Seperti Al-Falimbani, Muhamad Arsyad, Abdurrahman Al-Batawi dan Abdul Wahab Al-Bugisi Al-Fathni belajar langsung kepada Syekh Samani, pendiri tarekat Samaniyyah.

Sebelum memutuskan menetap di Mekah, Syekh Daud sempat kembali ke Patani. Waktu itu terjadi perang antara Patani dengan Siam dan Syekh Daud turut melibatkan diri di dalamnya. Menurut dia, merupakan fardu ‘ain bagi setiap muslim untuk berjihad melawan orang kafir (kafir al-harb). Jika sebuah negara Islam diserang dan dicaplok orang kafir, kaum muslim wajib memerangi mereka sampai diraih kembali kemerdekaan.   Akhirnya ia kembali ke Mekah bersama-sama beberapa orang pelarian politik. Di sana ia aktif menulis di samping mengajar di Masjidil Haram. Kitab-kitabnya ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu dan bahasa Arab. Kitab karya Syekh Daud antara lain Bughyāt al-Ţullab  (kitab fikih), As-Sāidu wal-Zabaa’ih (membicarakan hukum penyembelihan, hukum berburu dan lain), Al-Bahjat as-Saniyat ( merupakan terjemahan dan penjelasan dari kitab gurunya, Syekh Ahmad al-Marzuqi); Wasaya Al-Abrar Wa Mawāiz al-Akhyār (kitab tasawuf, terjemahan dari karya Syekh Muhammad bin Umar al-Ghamari al-Wasiti); Munyat al-Mushalli (kitab pelajaran sembahyang); Bahjat al-Mardiyāt  (kitab yang berisi tentang tatacara makmum mengikut imam dalam sembahyang berjemaah); Hidāyat al-Muta’allim (tentang sembahyang dalam perjalanan). Selain kitab-kitab keagamaan, Syekh Daud juga memiliki beberapa karya sastra, yaitu Kifayat al-Muhtaj fi Bayani Israwa al-Miraj, Tarikh Patani, Maulud Nabi, Saudagar Miskin, Al-Muswaddah, dan ‘Iqdat al-Jawahir. Karyanya yang lain berupa hikayat nabi-nabi dan kisah-kisah para sahabat

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda