Ads
Cakrawala

Makna Intrinsik dan Instrumental Salat (Bagian 6)

Jika seseorang dengan penuh kesungguhan dan konsisten menghadapi kehadiran Tuhan dalam hidup kesehariannya, tentu dapat diharap keinsafan itu akan mempunyai dampak pada tingkah laku dan pekertinya. jika salat itu tidak menghasilkan budi pekerti luhur maka ia sebagai ‘instrumen” akan sia-sia belaka.

Salat disebut bermakna intrinsik (makna dalam dirinya sendiri), karena ia merupakan tujuan pada dirinya sendiri. Khususnya salat sebagai peristiwa menghadap Allah dan berkomunikasi dengan Dia. Dan salat disebut bermakna instrumental karena ia dapat dipandang sebagai sarana untuk mencapai sesuatu di luar dirinya sendiri.

Sesungguhnya adanya makna instrumental salat itu sangat logis, justru sebagai konsekuensi  makna intrinsiknya juga. Yaitu, jika seseorang dengan penuh kesungguhan dan konsisten menghadapi kehadiran Tuhan dalam hidup kesehariannya, tentu dapat diharap keinsafan itu akan mempunyai dampak pada tingkah laku dan pekertinya. Meskipun pengalaman akan kehadiran Tuhan itu merupakan kebahagiaan tersendiri yang tak terlukiskan dalam kata-kata, tidak kurang pentingnya ialah perwujudan-keluarnya dalam tindakan sehari-hari, berupa perilaku berbudi luhur, sejiwa dalam perkenan atau ridha Tuhan. Inilah makna instumental salat, yang jika salat itu tidak menghasilkan budi pekerti luhur maka ia sebagai ‘instrumen” akan sia-sia belaka.

Arti Simbolik Ucapan Salam

Berkenaan dengan ini, salah satu firman Allah yang banyak dikutip ialah “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepada engkai (hai Muhammad), yaitu Kitab Suci, dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari yang kotor dan keji, dan sungguh ingat kepada Allah adalah sangat agung (pahalanya). Allah mengetahui apa yang kamu sekalian kerjakan (Q. 2:45).” Dengan jelas firman itumenunjukkan bahwa salah satu yang dituju oleh adanya kewajiban salat ialah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji.

Karena itu, jika salat seseorang tidak mencapai hal yang demikian, ia merupakan suatu kegagalan dan kemuspraan yang justru terkutuk dalam pandangan Allah. “Sudahkah engkau lihat orang yang mendustakan agama? Yaitu dia yang menghardik anak yatim, dan tidak tegas menganjurkan pemberian makan kepada orang miskin. Maka celakalah mereka yang salat, yang lupa akan salat mereka sendiri. Yaitu mereka yang berpamrih, lagi enggan memberi pertolongan (Q. 107: 1-8). Jadi, ditegaskan, bahwa salat seharusnya menghasilkan sikap kemanusiaan dan kesetiakawanan sosial.

Adalah hasil dan tujuan salat sebagai sarana pendidikan budi luhur dan perikemanusiaan itu yang dilambangkan dalam ucapan salam sebagai penutupnya. Ucapan salam tidak lain adalah doa untuk keselamatan, kesejahteraan, dan kesentosaan orang banyak, baik yang ada di depan kita maupun yang tidak, dan diucapkan sebagai pernyataan kemanusiaan dan solidaritas sosial. Dengan begitu maka salat dimulai dengan pernyataan hubungan dengan Allah (takbir) dan diakhiri dengan pernyatan hubungan sesama manusia (taslim, ucapan salam). Bersambung   

Penulis: Nurcholish Madjid (Sumber: Panjimas, Oktober 2003)

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda