Ads
Hamka

Tanggung Jawab Angkatan Muda Islam (Bagian 1)

Islam tidak akan hilang dari dunia ini, tetapi mungkin saja hilang dari Indonesia.” Inilah kata bersayap yang pernah diucapkan Kiai H.A. Dahlan ketika mulai menggerakkan Muhammadiyah pada sekitar tahun 1912.

Kita pun sudah maklum bahwa yang dikatakan Islam itu ialah umatnya. Yang dikatakan Islam itu ialah pusaka, atau warisan yang diterima turun temurun sejak 14 abad sampai sekarang: akidah, ibadah, muamalah, tarikh (sejarah), kebudayaan dan seluruh perjuangan untuk itu. Kumpulan dari ajaran Nabi Muhammad s.a.w. itulah yang telah membentuk kita sebagai umat, yaitu umat Islam yang memiliki ciri yang khas dalam perlombaan hidup di dunia ini. Dia masuk ke tiap-tiap negeri, baik di Barat maupun di Timur. Sebab itu Islam pun dengan sendirinya mempunyai negara-negara. Dia bukan umat terpencil.

Selama akidah, ibadah, muamalah, sejarah dan kebudayaannya serta pandangan hidup kelompok umat itu masih ada, selama itu pulalah dia tetap hidup. Dan akan tetap menurunkannya kepada keturunan yang akan datang.

Maka kalau Kiai H.A. Dahlan pernah mengatakan bahwa Islam bisa saja lenyap dari Indonesia ini, yang beliau maksud ialah bahwa Islam akan tetap hidup selama pemeluk atau umatnya itu masih sadar akan dirinya dan masih yakin akan pandangan hidupnya, masih belum menukar dengan kesadaran atau tidak sadar, segala pelajaran pusaka Nabi Muhammad itu dengan ajaran lain atau pusaka lain. Seumpama bangsa Yunani yang terkenal di zaman purbakala itu; sekarang bangsa itu telah musnah. Maka musnahnya bangsa Yunani bukan berarti bahwa keturunan dari orang-orang Yunani purbakala itu tidak ada lagi. Yang hidup di Yunani sekarang ini tetaplah keturunan yang ke sekian  ratus dari nenek moyangnya yang dahulu, tetapi mereka tidak lagi melanjutkan pusaka Yunani, baik Philipus, atau Iskandar, baik Socrates atau Plato.

Demikian juga jika disebut orang  kebudayaan Mesir purbakala, yang sekarang tinggal hanya pada Pyramid atau Sphinx. Sebagian besar penduduk riff  (desa) masih mengalir pada diri mereka darah Kopti purbakala, tetapi kebudayaan Mesir kuno tidak bersambung lagi. Karena keturunan di belakang itu tidak mau lagi mempusakakan peradaban kuno itu.

Demikian jugalah umat Islam di Indonesia ini. Bagaimanapun keadaan politik selama penjajahan Belanda dan pendudukan Nippon, kemudian bersambung dengan zaman kemerdekaan, namun sesuatu hal tidaklah dapat dipungkiri dalam sejarah! Yang mempertahankan adanya suku bangsa di Indonesia ini, yang sekarang telah bergabung menjadi satu dalam kebangsaan Indonesia, ialah karena adanya kepribadian  Islam.

Sejarah perjuangan Indonesia bukanlah dimulai pada tahun 1928 dengan terciptanya Sumpah Pemuda. Dan bukan pula dimulai tahun 1908 karena berdirinya Budi Utomo. Namun sebelum itu semuanya telah ada sesuatu yang menggelora dalam hati, yang umurnya jauh lebih tua dari Oktober 1928 atau Mei 1908 itu. Sejak Belanda memulai mengembangkan sayap penjajahannya di negeri ini tahun 1959, bahkan sejak zaman Portugis masuk kota Malaka (1511),  yang menantangnya ialah Islam. Ketika Panglima Perang Portugis Alfonso d’Albuquerque akan mengerahkan 18 kapal perangnya hendak menyerbu kota Malaka, pertahanan Melayu bahkan pertahanan Islam Malaka.

Maka berpidatolah panglima itu dalam suatu pidato yang menimbulkan semangat anak buahnya buat menghancurkan Islam, di antaranya dia berkata:

“Adalah suatu pemujaan yang sangat suci dari  kita untuk Tuhan dengan mengusir, dan mengikis habis orang Arab dari negeri ini, dan dengan menghembus padam pelita pengikut Muhammad sehingga tidak akan ada lagi cahayanya di sini buat selama-lamanya….  Sebab saya yakin kalau perniagaan di Malaka ini telah kita rampas dari tangan kaum muslimin, habislah riwayat Kairo dan Mekah, dan Venesia tidak akan dapat lagi berniaga rempah-rempah kalau tidak berhubungan dengan Portugis.” (Bersambung)   

Sumber: Hamka, Dari Hati Ke Hati, Tentang Agama, Sosial-Budaya, Politik (2002)      

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda