Di samping sisi-sisi negatif, anak-anak priyayi Jawa juga mengenal sisi-sisi positif yang amat mengesankan sekaligus menyenangkan tentang Islam. Secara umum kesan positif itu diperoleh pada berbagai upacara dan selamatan yang menandai tahap-tahap penting dalam kehidupan, yaitu kelahiran, khitanan atau sunatan, perkawinan dan kematian. Pada tahap-tahap itu masyarakat Jawa akan menyelenggarakan upacara dan kenduri yang selalu menarik perhatian anak-anak, yang ditandai dengan banyaknya makanan dan orang berkumpul bersama-sama membaca shalawat, tahlil dan beberapa surat Al-Quran.
Tetapi dari semua itu yang paling mengesankan adalah sunatan, puasa dan lebaran, karena langsung menyentuh diri pribadi anak-anak. Sunatan menjadikan saya dan teman-teman bagai raja yang dimanja, dipestakan. Dan yang istimewa, memiliki uang banyak dari hasil sumbangan atau hadiah para tamu. Demikian pula puasa Ramadhan dengan Lebarannya sekaligus. Meskipun pada mulanya terasa berat, saya diharuskan berlatih puasa pada usia 5 tahun, puasa biasanya dapat dilalui dengan baik karena sepanjang hari penuh sanjungan dan perhatian dari orangtua.
Semenjak masa kanak-kanak sampai sekarang, saya sering menjumpai para orangtua memuji anak-anaknya yang masih kecil yang sudah mulai berlatih puasa, meskipun baru selama setengah hari. Sementara itu aneka masakan dan kue menyemarakkan waktu buka puasa sampai hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Bahkan hari Lebaran sudah bisa dipastikan sebagai hari raya anak-anak dengan pakaian yang serba baru, bermain serta bertamu ke sana ke mari sambil mencicipi aneka minuman dan hidangan, dan tidak ketinggalan hadiah uang atau wisit dari kaum kerabat.
Kegembiraan nan luar biasa, membuai kami hingga tak letih bermain nyaris dua hari dua malam, Lebaran Pertama dan Kedua, seraya mendendangkan lagu permainan pengobar semangat yang dipercaya sebagai karya seorang Wali Allah, Sunan Kalijaga:
Lir ilir, lir ilir
tandure wus sumilir
tak ijo royo-royo
tak sengguh temanten anyar
cah angon, cah angon
penekno blimbing kuwi
lunyu-lunyu penekno
kanggo mbasuh dododira
dododira dododiro,
kumitir bedah ing pinggir
domono jlumatono
kanggo sebo mengko sore
mumpung padhang rembulane
mumpung jembar kalangane
sun surako,
surak hore………
(Tentang Ilir-Ilir, insya Allah ditulis khusus dalam “Kolaborasi Tokoh Islam Abangan Dengan Islam Putihan”, dari kumpulan tulisan “Orang Jawa Mencari Gusti Allah”).