Ads
Mutiara

Mbah Hamid Pasuruan dan Nabi Khidir

Di kalangan  ahli tarekat, terdapat kepercayaan bahwa Nabi Khidir masih hidup, dan akan terus hidup sampai kiamat datang. Dinamakan Khidir karena kedatangannya selalu membawa kehijauan di sekitarnya.  Bagaimana pertemuan Kiai Hamid dengan Khidir a.s.?

Di kalangan kaum tradisi seperti warga NU keberadaan kiai selalu dikaitkan dengan tingkat spiritualitas,  dan kemampuan yang “menyalahi kebiasaan” atau khariqul ‘aadah atau yang disebut karomah. Kiai yang memiliki spiritualitas tinggi dan dianugerahi karomah ini sering disebut “kiai khos”  (khaash), bahkan sering dianggap waliyullah. Tapi memang tidak banyak kiai yang bisa mencapai derajat kiai khos. Satu dari yang tidak banyak itu adalah Kiai Abdul Hamid atau Mbah Hamid dari Pasuruan, Jawa Timur. Bagi masyarakat Pasuruan dan Jawa Timur, pengasuh Pesantren Salafiyah ini bukan nama yang asing,  walaupun tidak pernah berkiprah di dunia politik sebagaimana para kiai kondang umumnya.

Abdul Hamid lahir tahun 1914 di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Ayahnya,  Kiai Abdullah bin Umar, seorang ulama asal Lasem, sedangkan ibunya Raihanah,  putri KH Shiddiq yang juga berasal dari Lasem. Mula-mula belajar agama kepada kakeknya, dan kemudian dilanjutkan di pesantren kakeknya,  KH Shiddiq, di Talangsari, Jember, Jawa Timur. Setelah menikah dengan putri Kiai Ahmad Qusyairi ia pindah ke Pasuruan, dan melanjutkan kepemimpinan pesantren yang didirikan mertuanya itu. Pesantren yang nyaris kosong karena ditinggal para santri ini, di tangan Kiai Hamid berkembang pesat.

Salah satu karomah Kiai Abdul Hamid yang masyhur di kalangan warga Pasuruan adalah kemampuannya berada di berbagai tempat dalam waktu bersamaan dengan wujud serupa. Disebut ilmu mlipat bumi.  Hal ini terjadi, antara lain,  saat Habib Baqir Mauladdawilah berkunjung ke pesantrennya. Suatu hari habib yang punya kemampuan melihat sesuatu yang gaib ini datang menemui Kiai Abdul Hamid. Waktu itu banyak  orang yang datang untuk meminta doa atau keperluannya yang lain. Setelah bertemu, Habib Baqir kaget lantaran orang yang terlihat seperti KH Abdul Hamid ternyata bukan Mbah Hamid. Sebab orang  yang ditemuinya adalah sosok gaib yang menyerupai. Kemudian ia mencari di mana sesungguhnya Mbah Hamid yang asli berada. Setelah ia selidiki dengan menggunakan ilmu gaibnya, ternyata Mbah Hamid yang asli sedang berada di Mekah.

Karomah KH Abdul Hamid juga pernah ditunjukkan kepada seorang habib sepuh yang datang kepadanya. Ia bertanya  ke mana sang Kiai pergi ketika digantikan oleh sesosok gaib yang menyerupainya. Mbah Hamid tidak menjawab, tetapi langsung memegang habib tua itu.  Seketika itu kagetlah ia, melihat suasana di sekitar mereka berubah menjadi bangunan masjid yang sangat megah. Subhanallah, ternyata habib sepuh tadi dibawa Mbah  Hamid mendatangi Masjidil Haram. 

Berikut ini cerita KH Muhammad Yunus atau Mbah Yunus dari Tulungagung. Kata dia, suatu ketika Mbah  Hamid berkata bahwa Nabi Khidir akan datang di kediamannya besok pagi hingga waktu dzuhur. Pada saat itu kebetulan Mbah Yunus sedang berada di kediaman Mbah Hamid.  Keesokan harinya orang-orang pun datang, ingin jumpa Khidir. Bahkan menurut Mbah Yunus ada beberapa Habib dengan berpakaian jubah lengkap dengan surbannya juga hadir disitu ingin bertemu Nabi Khidir.

Ketika orang-orang berkumpul, Kiai Yunus dipanggil oleh Mbah  Hamid dan diminta agar mendekat. Beberapa saat kemudian datanglah seorang pemuda mengenakan pakaian  yang sedang ngetren waktu itu. Orang-orang yang hadir tidak begitu memperdulikan pemuda yang pakaiannya berbeda dengan mereka.

Ketika bertemu Mbah Hamid, pemuda itu langsung bersalaman  dan mencoba mencium tangannya. Mbah Kyai Hamid menolak dan justru dia sendiri yang ingin mencium tangan pemuda itu. Pemuda itu menolak. Kiai  Yunus yang menyaksikan adegan tersebut, kemudian diberitahu oleh Mbah Hamid bahwa pemuda itu adalah Nabi Khidir. Lalu sang pemuda berganti pakaian dengan pakaian yang sudah kotor. Ia  membersihkan selokan di sekitar kediaman Mbah Hamid sampai waktu dzuhur. Kemudian pergi.

Seusai shalat dzuhur, salah seorang yang hadir  bertanya kepada Mbah Hamid kapan Nabi Khidir akan datang.  Mbah Hamid menjawab bahwa orang yang membersihkan selokan tadi adalah Nabi Khidir.

Di kalangan para ulama,  khasnya ahli tarekat, terdapat kepercayaan bahwa Nabi Khidir masih hidup, dan akan terus hidup sampai kiamat datang.  Nabi ini dinamakan Khidir yang berarti hijau karena kedatangannya selalu membawa kehijauan di sekitarnya. Rumput yang awalnya kering, misalnya,  akan menjadi hijau subur jika didatangi Nabi Khidir. Cerita   tentang Nabi Khidir memang terdapat dalam Alquran (Al-Kahfi ayat 65-82). Yakni bagaimana kisah Nabi Khidir yang mengajarkan ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa. Namun,  asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir tidak banyak disebutkan. Selain Khidir, ada tiga nabi lain yaitu Idris, Ilyas dan Isa, yang diyakini sebagai sosok yang tetap hidup  atau abadi.

Dalam khazanah Islam orang-orang yang dikisahkan pernah berjumpa Nabi Khidir adalah Rasuullah s.a.w., para sahabat seperti Abu Bakr, Umar ibn  Khaththab, Ali ibn Abi Thalib, Al-Walid ibn Abdul Malik ibn Marwan, Ibrahim At-Taimi, Umar ibn Abdil Aziz, Ibrahim Al-Khawas, Bisyir Al-Hafi,Abdul Hakim At-Turmudzi, Abdul Malik Ath-Thabari, Abu Bakar Al-Kattani, Abu Abbas Al-Qashhab, Syekh Abdul Qadir Jailani, An-Nuri, Muhammad Suyah An-Naqshabandi, Abul Hasan Asy-Syadzali, Abu Su’ud ibn  Syibli, Abu Abdillah Al-Quraisyi, Muhyiddin Ibnu Arabi, Abul Abbas Al-Arabi, dan lain-lain.

Jejak Nabi Khidir di Nusantara terdapat dalam sejumlah kisah auliya atau para wali seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati. Sedangkan kalangan ulama yang lebih mutakhir yang diceritakan pernah bertemu dengan Nabi Khidir antara lain,   Syaikhona Kholil Bangkalan dan Hadhrotusy Syaikh Hasyim Asyari, KH Munawwir Krapyak, KH KH Muhammad Shiddiq Jember, Syaikh Abu Ibrahim Woyla Aceh, KH Hamim Jazuli alias Gus Miek — dan tentu saja Mbah Hamid Pasuruan yang tadi diceritakan

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

1 Comment

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading