Ads
Tasawuf

Jiwa yang Mutmainah (Bagian 2)

Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (suci). Tak peduli anak siapa. Nanti orangtuanya yang bikin ulah. Jika Anda  ingin bisa mengalahkan nafsu, janganlah terlalu kenyang makan. Mengapa?

Manusia diciptakan Tuhan setengah robot, tapi di sisi  lain kita diberi kebebasan oleh Tuhan. Yang namanya Tuhan itu tidak terikat pada peraturan, termasuk peraturan Dia sendiri. Suka-suka Dia, semau Dia, kapan saja dan di mana saja. Tidak terikat ruang dan waktu, juga tidak terikat tanggal, mau matikan orang kapan Dia mau, tidak akan ada yang menghalangi niat-Nya. Misalnya seseorang  wafatnya tanggal sekian, tapi Tuhan mau ubah, itu keputusan yang mutlak. Dia sudah takdirkan api membakar, pada suatu saat api jadi AC untuk Ibrahim. Dia sudah programkan air itu datar, tapi pada suatu saat air bisaberdiri tegak. Contohnya, Nabi Musa mau menyeberang di Laut Merah, dan berpisahlah air itu. Dan Tuhan bisa mengubah takdir-Nya sendiri. Jadi, di situlah fungsi doa dan sebagainya. Selain Dia (Allah), semuanya terikat ruang dan waktu, seperti kita saat ini. Kita mau pindah tempat, harus membawa diri kita.

Fitrah adalah Kekuatan

Di samping itu, kita dibekali modal yang sangat berharga, yaitu fitrah. Jadi fitrah itu sudah dibekalkan oleh Allah SWT dan ditanamkan dalam jiwa kita. Dalam jiwa kita ini Allah telah tampilkan dan programkan – sepeti nilai-nilai kebaikan dalam diri kita, yaitu kecenderungan untuk selalu dekat kepada Allah dan mencari Tuhan. Hanya saja, ada yang salah memilih jalan, itu masalahnya. Kalau ingin bertuhan, ingin bermanja-manja kepada Tuhan, ingin menyembah, ingin mencari kekuatan dalam  diri kita, kekuatan itu adalah fitrah. Ada orang yang menyerah kepada kekuatan Tuhan, itu juga fitrah.

Orang menamakan naluri, atau hati nurani, atas fitrah itu. Karena kecenderungan manusia itu memilih apa-apa yang dianggap baik dan bersifat kemanusiaan. Arti kemanusiaan itu terdapat di hati sanubari  manusia yang paling dalam. Itulah yang disebut fitrah manusia yang selalu memilih nilai-nilai keadilan ketimbang nilai-nilai kezaliman dan kesesatan. Ada yang malu berbuat maksiat, ada juga orang yang bukan Islam sekalipun, tidak mau tercemar nama baiknya. Itu juga sudah merupakan fitrah. Jadi manusia sudah dibekali dengan nilai-nilai keadilan dan kebaikan penciptanya, dan merupakan hal yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun.

Nah, sekarang apa yang membuat fitrah itu tidak berfungsi? Contoh sederhana dapat kita ketahui dan kita rasakan. Pertama, pengaruh lingkungan. Misalnya, dalam sebuah hadis dikatakan, “Setiap anak yang lahir  itu dalam keadaan fitrah (suci).” Kata “setiap” ini bersifat umum , tidak melihat dia keturunan orang muslim, yahudi, nasrani, dan bahkan yang tidak beragama sekalipun. Anak lahir dalam keadaan fitrah. Oleh karena fitrah itu, ia cenderung untuk memiliki kebaikan dan keadilan serta keindahan. Tidak mau rasa yang pahit, tidak mau jahat, tidak mau zalim, tidak mau tercemar aib. Tapi mengapa kemudian anak menjadi jahat  dan seterusnya, itu semua karena faktor lingkungan. Terutama lantaran ulah kedua orangtuanya.

Kedua, faktor makanan. Ini seperti dianjurkan Tuhan kepada manusia: makan makanan yang halal lagi baik serta bergizi. Banyak contoh dari pengaruh makanan ini yang membuat orang kehilangan fitrahnya. Seperti, di antaranya makan yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kekenyangan, dan itu dapat menyebabkan mabuk dan sakit lambung. Kalau dalam tasawuf, seorang sufi dianjurkan tidak kenyang dalam hal makanan. Kalau ingin menekan nafsu, janganlah terlalu kenyang apabila kita ingin makan. Karena kalau terlalu banyak makan akan malas rasanya untuk melakukan ibadah. Bahkan orang yang gemuk dianjurkan untuk diet.

Kemudian, yang ketiga, faktor pendidikan. Contoh, kebanyakan wanita Indonesia itu lemah lembut, penyayang, dan memberi kasih sayang dan perhatian kepada anak keturunannya. Tapi kenapa ada yang menjadi Gerwani? Karena kurang pendidikan yang dialami mereka, dan karena pendidikan mereka itu berasal dari komunis. Komunis itu sama dengan hasad. Coba Anda lihat di Lubang Buaya, di sana para wanita, beberapa orang di antara mereka itu didoktrin bahwa mereka itu dizalimi dan ditindas oleh para jenderal TNI itu, oleh kaum borjouis itu, keringat mereka diperas, darah mereka diisap, dan diancam kehidupannya.

Sehingga,  dengan adanya doktrin itu para wanita Indonesia, yang tadinya lemah lembut dan penyayang, lama kelamaan turun fitrahnya. Apalagi mereka diberi makan makanan yang haram. Bahkan yang tadinya baik dan pemurah menjadi berang dan sadis kepada para jenderal TNI ketika peristiwa G 30 S/PKI yang telah lalu itu. Kenapa tejadi begitu, karena jiwa yang ditanamkan itu nol besar, tidak mempunyai hati nurani sedikit pun,sehingga hilanglah fitrah manusia itu. (Bersambung).

Penulis: Zein Alhady (Panjimas, 6-19 Februari 2003)

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda