Menurut Tjokroaminoto, jika ingin menjadi pemimpin besar, Anda harus punya kemampuan menulis seperti wartawan,dan kemampuan bicara di muka umum seperti orator. Pesan ini rupanya sangat merasuk ke dalam diri Soekarno, yang memiliki ketajaman pena dan ketangkasan bicara.
“Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.” Inilah motto hidup dan perjuangan H.O.S. Tjokroamionto atawa Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Seorang pahlawan nasional yang dipandang sebagai mahaguru kaum pergerakan di Indonesia. Banyak tokoh pergerakan nasional yang pernah berguru kepada Tjokro. Di antaranya Semaoen, Alimin,Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malama. Dan di antara mereka, Soekarno adalah yang paling disukai oleh sang Guru Bangsa. Tak heran jika kemudian ia menikahkan Soekarno dengan putrinya Siti Oetari. Namun sayang perkawinan mereka tidak langgeng, konon karena Soekarno menganggap dan memperlakukan Oetari lebih sebagai adik ketimbang istri.
Kepada murid-muridnya Tjokro selalu berpesan, jika mereka ingin menjadi pemimpin besar, mereka harus punya kemmpuan menulis seperti wartawan, dan kemampuan bicara di muka umum seperti orator. Pesan ini rupanya sangat merasuk ke dalam diri Soekarno, yang memiliki ketajaman pena dan ketangkasan bicara. Siapa di antara pemimpin bangsa sekarang, yang cakap menulis dan memikat dalam berpidato?
Tjokroaminoto lahir di Desa Bukur, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, 16 Agustus 1882. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo, putra Kiai Kasan Besari. Buyut Tjokroaminoto ini pengasuh Pondok Pesantren Tegalsari, Ponorogo, lembaga pendidikan Islam terbesar di Nusantara pada tahun 1800-an yang memiliki ribuan santri, termasuk dari kalangan bangsawan.
Setelah menamatkan studi di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA), Magelang pada tahun 1900, ia bekerja sebagai Pangreh Praja. Tahun 1907, ia keluar dari kedudukannya sebagai Pangreh Pradja di kesatuan pegawai administratif bumiputera di Ngawi, karena ia muak dengan praktek sembah-jongkok yang dianggapnya sangat feodal. Tahun 1907 – 1910 ia bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya sembari meneruskan pendidikan di Burgelijek Avondschool bagian mesin. Setelah itu ia bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan di bagian kimia pada pabrik gula Rogojampi di Surabaya (1911 – 1912).
Ia menikah dengan Suharsikin. Di Surabaya Tjokroaminoto mendirikan rumah kos, yang kemudian melalui rumah inilah ia menyalurkan ilmunya dalam agama, politik yang akhirnya menjadi wadah pembinaan tokoh–tokoh penting di Indonesia. R.A. Suharsikin adalah istri yang selalu memberikan bantuan moril jika suaminya bepergian untuk kepentingan perjuangannya.
Pada tahun 1912 Tjokroaminoto, ketika berada di Solo, ia didatangi oleh delegasi dari Sarekat Dagang Islam. Mereka minta kesediaan Tjokro untuk bergabung dengan organisasi yang didirikan Haji Samanhudi ini. Oganisasi ini pun berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI), setelah memperluas kegiatannya ke bidang politik. Keberhasilan pertama Tjokroaminoto adalah menylenggarakan vergadering SI pertama pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Rapat itu dihadiri 15 cabang SI, 13 di antaranya mewakili 80.000 orang anggota. Kongres resmi perdana SI sendiri baru terlaksana pada 25 Maret 1913 di Surakarta di mana Tjokroaminoto terpilih menjadi wakil ketua SI mendampingi Haji Samanhudi. Dalam posisi wakil ketua inilah Tjokro mulai menanamkan pengaruhnya.Setahun kemudian, pada Kongres SI ke-2 di Yogyakarta, Tjokroaminoto sebagai Ketua SI menggantikan Samanhoedi. Usinya waktu itu masih 31 tahun.
Di tangan Tjokro, SI mewujud menjadi organisasi politik pertama terbesar di Nusantara. Pada 1914, anggota resminya mencapai 400.000 orang, sedangkan tahun 1916 terhitung 860.000 orang. Tahun 1917 sempat menurun menjadi 825.000, pada 1918 bahkan merosot lebih drastis lagi hingga pada kisaran 450.000, namun setahun berikutnya, tahun 1919, keanggotaan SI melesat sampai 2.500.000 orang.
Diilhami cita-cita Pan-Islamisme, pada kongres SI tahun 1917 ia mengutarakan persaudaraan umat tidak terbatas letak geografis ras suku dan kedudukan, semua berlandaskan persaudaraan Islam. Gagasan yang ia gunakan menempatkan Islam sebagai pemersatu seluruh umat. Perkembangan pesat SI lebih disebabkan citra Islam, yang menjadi magnet utama menarik massa. SI semakin mengukuhkan citra keislamanya setelah H. Agus Salim bergabung, dan membuat tokoh-tokoh SI berhaluan “merah” seperti Semaoen daan Darsono tersingkir dan membuat partai sendiri, yaitu Partai Komunis Indonesia.
Tidak sebagaimana buyutnya Kiai Kasan Besari yang menguasai ilmu-ilmu keagamaan Islam, Tjokro bukanlah seorang ulama. Namun demikian, dia memiliki semangat yang tinggi untuk mempelajari ajaran Islam. Salah satu usahanya ialah menylenggarakan proyek penerjemahan tafsir Alquran karya Maulvi Muhammad Ali, mufassir Ahmadiyah Lahore. Upaya ini kemudian dihentikan karena mendapat protes dari kalangan umat. Tafsir ini telah diterjemhkan ke dalam bahasa Jawa oleh R,Ng. Djajasugita dan Mufti Sharif menjadi Quran Suci Jarwa Jawi dalah Tafsiripun. Tjokroaminoto menulis banyak artikel tentang materi Islam dalam surat kabar yang dia dirikan seperti Otoesan Hindia, Bendera Islam dan Fadjar Asia. Ia juga menulis Tarich Agama Islam serta Islam dan Sosialisme.
Pada tahun 1921 Belanda menangkap Tjokroaminoto karena aktivitas politiknya dikhawatirkan akan membangkitkan semangat perjuangan rakyat pribumi. Setelah bebas dari penahanan Belanda tahun 1922, ia pun meneruskan kegiatan politiknya. H.O.S Tjokroaminoto yang menguasai bahasa Jawa, Belanda, Melayu, dan bahasa Inggris ini wafat 17 Desember 1934 di Yogyakarta, dalam usia 51 tahun