Ads
Ramadan

Kisah Semut Rangrang dan Hama Wereng

Pernahkah anda digigit semut rangrang yang berwarna coklat kemerahan itu? Yang jika menggigit sulit dilepaskan? Sakit dan panas rasanya. Bagi yang suka berkebun atau setidaknya bermain-main di kebun dengan memanjat pepohonan, gigitan semut rangrang sudah tidak asing lagi.

Di kebun kami semula banyak semut rangrang, sehingga sering diminta orang untuk diambil kroto yaitu telur dan anakannya sebagai makanan burung atau umpan memancing. Sementara itu wabah demam berdarah, mendorong pengurus Rukun Tetangga sering melakukan pembasmian nyamuk penyebab demam berdarah dengan melakukan pengasapan di rumah-rumah dan kebun. Sejalan dengan itu, hama-hama tumbuh-tumbuhan seperti belalang, walang sangit, ulat, kutu dengan lalat putihnya berkembang pesat, sedangkan gigitan semut rangrang makin lama makin berkurang dan akhirnya sang rangrang hilang tiada lagi.

Merebaknya hama tanaman tadi sering kami bicarakan dengan para sahabat yang senang berkebun di wilayah Jabodetabek (Jakarta – Bogor – Depok – Tangerang – Bekasi) serta dari daerah lain seperti Yogyakarta dan Malang, yang mengeluhkan hal yang sama. Pada musim panen rambutan dan alpukat baru-baru ini, kami baru sadar ternyata sudah lebih setahun tidak pernah lagi mengalami gigitan semut rangrang. Tatkala hal itu kami sampaikan kepada sahabat-sahabat sehobi, mereka juga baru menyadari hal yang sama. Semut rangrang yang semula banyak, musnah akibat pengasapan dan anak serta telornya  yang diambil secara terus-menerus. Kini kami menjadi pemburu semut rangrang untuk kembali kami piara di kebun sendiri.

Kenyataan tersebut menyadarkan kepada kami akan manfaat semut rangrang sebagai predator tidak kurang dari 16 spesies hama tumbuh-tumbuhan, antara lain ulat, serangga pemakan buah, kutu daun serta penyakit-penyakut yang disebabkan virus dan jamur.

Kisah merebaknya hama padi yakni hama wereng atau kepik sejati, pernah juga terjadi pada akhir tahun 1970-an sampai awal 1980-an, sehingga menjadi masalah nasional karena dalam tempo singkat memusnahkan ribuan hektar tanaman padi. Hama wereng merajalela lantaran ekosistem terganggu oleh sistem tanam monokultur, dalam hal ini padi yang terus-menerus disertai penggunaan pestisida pembasmi hama yang kian meningkat. Hal itu mengakibatkan predator hama wereng menjadi musnah. Predator atau musuh alami tadi antara lain laba-laba pemburu, kumbang, kepik permukaan air, belalang bertanduk panjang, capung jarum dan jenis jamur tertentu (Lecanicillium lecanii). Saya masih ingat, pada masa itu, Indonesia terpaksa harus mengimpor kepik predator hama wereng dari Hawaii.

Kisah-kisah tentang pelacur Bani Israel yang diampuni dosanya karena memberi minum seekor anjing yang hampir mati kehausan, larangan membakar sarang semut, merebaknya hama tumbuh-tumbuhan akibat musnahnya semut rangrang dan merajalelanya hama wereng, menjadi bukti betapa Allah Swt menciptakan alam semesta secara sangat seimbang tanpa cacat sedikit pun (Surat Al Mulk: 3 – 4) dan bukan untuk main-main (Surat Al Anbiyaa’ : 16), melainkan dengan sejumlah maksud dan tujuan (Surat Al ‘Ankabuut: 44).

Oleh sebab itu Allah mengatur pola hubungan sesama makhluk dan ciptaanNya, demi tetap menjaga keseimbangan alam semesta. Jika kita menjumpai sesuatu jenis makhluk Allah, baik itu tumbuh-tumbuhan ataupun binatang dan kita tidak mengetahui manfaatnya, maka itu disebabkan lantaran pengetahauan kita yang terbatas sehingga belum mampu mengungkapkannya saja.

Dalam kaitan inilah maka ahli fikih Prof.K.H.Ali Yafie menegaskan, pelestarian dan pengamanan lingkungan hidup dari kerusakan dan ketidakseimbangan adalah bagian dari iman. Kualitas iman seseorang pada hematnya bisa diukur salah satunya dari sejauh mana sensitivitas dan kepedulian orang tersebut terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Melestarikan dan melindungi lingkungan hidup dengan demikian merupakan kewajiban setiap orang yang berakal dan baligh (dewasa); sehingga melakukannya adalah ibadah, terhitung sebagai bentuk kebaktian manusia kepada Tuhan. (Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, halaman 14 – 15).
      Semoga kita dikarunia bisa memetik hikmah puasa, sehingga sungguh-sungguh kembali kepada fitrah kita nan suci, selaku hamba-hambaNya yang senantiasa mematuhi dan mentaati perintah-perintahNya, termasuk dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan ciptaanNya, baik yang berupa hewan, tumbuh-tumbuhan maupun alam raya. Amin. (Mutiara Hikmah Puasa, B.Wiwoho).

Tentang Penulis

Avatar photo

B.Wiwoho

Wartawan, praktisi komunikasi dan aktivis LSM. Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat (1996 – 2001, 2019 - sekarang), penulis 40 judul buku, baik sendiri maupun bersama teman. Beberapa bukunya antara lain; Bertasawuf di Zaman Edan, Mutiara Hikmah Puasa, Rumah Bagi Muslim-Indonesia dan Keturunan Tionghoa, Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, Operasi Woyla, Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945 serta Pancasila Jatidiri Bangsa.

Tinggalkan Komentar Anda