Ramadan

Mengenali Teman Paling Setia

Memiliki teman setia menjadi  idaman setiap orang. Teman setia adalah teman yang akan senantiasa hadir pada saat kita membutuhkan, bukan saat dia butuh. Jika kita memerlukan teman-teman yang setia, sudahkan anda juga menempatkan diri sebagai teman yang setia bagi orang lain? Jujur saja, dalam kenyataan kita sering tidak peduli akan hal itu. Apalagi bila sedang bergelimang harta dan tahta. Banyak orang yang menjadi lupa segalanya dan tergelincir, lantaran dunia serasa milik kita. Semua ibarat bisa dibeli dan diperintah. Orang lain kita nilai seharga pemberian yang kita berikan kepadanya. Semua persoalan termasuk kesalahan dan dosa seolah bisa kita tebus cukup hanya dengan harta benda. Setiap saat kita bisa mengumpulkan banyak orang yang berlomba memuji kita. Naudzubillah.

Namun bumi itu bulat. Demikian pula kehidupan dalam tamzil orang Jawa bagaikan “cokro manggilingan”, roda bulat yang terus berputar, sehingga suatu titik kehidupan tidak selamanya ada di atas dan tidak selamanya pula ada di bawah. Gusti Allah itu memang Maha Adil, dengan menciptakan segala sesuatu secara berpasangan. Ada pria dan wanita. Ada panas dan dingin. Ada atas dan bawah. Ada kenyang dan lapar. Ada siang dan malam. Ada suka dan duka. Ada manis dan pahit. Semua ada hikmah dan fadilah masing-masing.

Nah, sekarang kembali pada pertanyaan semula. Sudah punyakah kita teman setia, yang bukan saja akan mendampingi dalam suka dan duka, namun juga mendampingi kita sampai di Kampung Akhirat kelak? Isteri atau suami yang kita sayangi semasa hidup? Anak cucu yang kita timang dan manjakan? Teman-teman pesta dan hura-hura? Anak buah dan orang-orang yang sering kita gelontor hadiah? Ataukah mobil dan rumah mewah kita? Isteri, suami, anak-cucu, teman dan handai tolan, paling jauh hanya akan menemani di pemakaman. Sesudah itu pelan-pelan akan berusaha melupakan kita dan mengenangnya sesekali saja. Mobil dan rumah mewah, boro-boro menemani di liang lahat, jangan-jangan belum sampai tanah kubur kita kering sudah jadi biang permasalahan. Naudzubillah.

Sahabatku. Saya yakin anda pasti sudah pernah membaca atau paling tidak memegang buku Tahlil dan Yasin, yang biasa digunakan dalam pengajian-pengajian memperingati wafat seseorang. Pada umumnya di halaman depan atau bahkan di kulit halaman dalam, dituliskan kutipan sebuah hadis yang sangat tersohor yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sebagai berikut, “Rasulullah Saw bersabda: ‘Bila seseorang telah meninggal, maka terputuslah baginya pahala segala amal, kecuali tiga hal yang tetap kekal yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang senantiasa mendoakannya’”. 

Dalam bahasa gaulnya, jika kita, jika anda meninggal, semuanya sudah tidak ada artinya kecuali tiga hal, ulangi, semuanya sudah tidak ada artinya kecuali tiga hal yaitu pertama, sedekah jariyah yang sudah kita berikan selama hidup kita. Kedua, ilmu kita yang bermanfaat bagi sesamanya, sesama makhluk Allah, baik yang berupa manusia maupun bukan. Ketiga, anak saleh yang senantiasa mendoakan kita.

Jadi ternyata yang setia serta diijinkan mendampingi kita khususnya dalam peradilan akhirat bukan jenis-jenis ibadah yang lain, melainkan tiga jenis ibadah amal saleh yang digariskan Baginda Rasul tadi. Apakah itu berarti jenis ibadah yang lain tidak perlu? Tidak juga. Jenis ibadah yang lain terutama ibadah mahdah seperti salat dan puasa mutlak kita perlukan, karena akan menjadi iman, menjadi ruh yang menjiwai, akan menjadi cahaya yang menerangi ibadah-ibadah amal saleh kita. Namun tidak cukup hanya itu, sebab ruh yang menjiwai atau cahaya yang menerangi tersebut tidak akan nampak apabila tidak ada wadahnya, tidak ada perwujudannya. Wujud amal saleh yang dijiwai serta diterangi ibadah-ibadah mahdah itulah yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga sahabat setia dalam hadis Kanjeng Nabi Muhammad di atas. Semoga ibadah puasa kita diterima dan dijadikan oleh Gusti Allah Swt, lokomotif penarik gerbong-gerbong amal saleh yang akan menjadi teman setia di akhirat kelak. Amin.

(Mutiara Hikmah Puasa, B.Wiwoho).

About the author

Avatar photo

B.Wiwoho

Wartawan, praktisi komunikasi dan aktivis LSM. Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat (1996 – 2001, 2019 - sekarang), penulis 40 judul buku, baik sendiri maupun bersama teman. Beberapa bukunya antara lain; Bertasawuf di Zaman Edan, Mutiara Hikmah Puasa, Rumah Bagi Muslim-Indonesia dan Keturunan Tionghoa, Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, Operasi Woyla, Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945 serta Pancasila Jatidiri Bangsa.

Tinggalkan Komentar Anda