Ads
Tasawuf

Dari Legenda Kisah-Kisah Sufi

Kisah Sultan Mahmud dan mantan budaknya, Malik Ayaz.  Dalam pengertian seperti apa Ayaz disebut kekasih Sultan?

Syahdan, Malik Ayaz  terkena gangguan  pengaruh jahat, dan harus meninggalkan istana Sultan Mahmud.  Dalam putus asa ia pun jadi kehilangan semangat dan berbaring di ranjangnya, menangis. Ketika Sultan mendengar kabar  ini, ia berkata kepada salah seorang abdinya:  “Pergilah menemui Ayaz dan sampaikan kata-kataku ini, ‘Aku tahu bahwa kau sedih, tetapi aku juga dalam keadaan demikian. Meskipun badanku jauh darimu, namun jiwaku dekat. Oh kau yang mencintaiku, aku tak meninggalkanmu sejenak pun. Pengaruh jahat sungguh telah merugikan dengan orang yang begitu menawan’.” Ia menambahkan,  “Pergilah segera, pergilah bagai api, pergilah bagai air yang menyerbu, pergilah bagai kilat mendahului guntur!”

Si abdi pun berangkat  bagai angin dan beberapa saat dia sudah  sampai ke tempat Ayaz. Tetapi didapatinya Sultan sudah di sana, duduk di muka Ayaz. Dan gemetar si abdi pun berkata dalam hatinya, “Malangnya mengabdi raja ini; pastilah aku akan dibunuh hari ini.” Kemudian ia berkata kepada Sultan, “Dapat hamba pastikan pada Tuhanku bahwa hamba tidak berhenti sejenak pun duduk-duduk atau berdiri; bagaimanakah maka Tuanku sudah ada di sini lebih dulu dari hamba? Percayakah Tuanku pada hamba? Bila hamba telah berbuat lalai, bagaimana pun hamba akui kesalahan hamba.”

“Kau bukan Mahram,” kata Mahmud, “maka bagaimana mungkin kau akan dapat pergi seperti aku? Aku datang secara gaib. Ketika aku menanyakan kabar Ayaz itu, jiwaku sudah bersama dia.”

Kisah lain menyebutkan, suatu hari Sultan Mahmud menawarkan mahotanya kepada budak kesayangannya itu. Seluruh anggota istana dilanda cemburu. Ayaz  menangis sedih.  Ketika  ditanya mengapa menangis di tengah keberuntungan yang baik ini, dia menjawab:  “Tidak ada yang saya lakukan kecuali melayani raja, yang saya inginkan hanyalah raja seorang, dengan memberikan mahkota itu, berarti dia menginginkanku terlibat dalam urusan pemerintahan dan akan memisahkan dirinya dari aku. Inilah yang membuat hatiku terluka karena perpisahan dengan raja.”

Mahmud Ghaznawi, disebut-sebut  penguasa Islam pertama yang mengenakan gelar sultan, adalah penguasa di wilayah Nisyapur,  yang berhasil memperluas kekuasaannya sampai India. Ia berkuasa dari tahun 998 sampai 1002 sebagai gubernur Gazna sebelum akhirnya menjadi Sultan Gazna yang memerintah sampai tahun 1030.  Karena kejayaan perangnya, Khalifah di Baghdad sampai memberi Mahmud gelar Yamin ad-Daulah (tangan kanan kerajaan) dan Amin al-Millah (orang kepercayaan agama).  Selama 34 tahun masa pemerintahannya, Sultan Mahmud sangat memperhatikan masalah peradaban. Ia dikenal  pelindung terbesar bagi perkembangan ilmiah abad ke-11. Ia  membawa peradaban Hindu dan Islam ke arah hubungan yang dekat dan saling tukar ide. Al-Biruni juga pernah hidup bersama Sultan Ghaznawi dan menghasilkan karya Tahkik-i-Hind (Penelitian tentang India). Ia juga sering mengundang para penyair ke istana.

Malik Ayaz dan Sultan Mahmud bertemu seorang bangsawan

Adapun Malik Ayaz, dia seorang budak Turki yang berhasil menaikkan derajatnya menjadi perwira militer dan jenderal dalam pasukan Sultan Mahmud.  Jabatan itu ia dapatkan sebagai hadiah atas ketaatannya kepada Sultan. Cerita antara Sultan dan  Ayaz menjadi bagian dari legenda kisah-kisah kaum sufi. Sultan terlihat sebagai sebuah contoh seorang pria yang karena kekuatan cintanya menjadi “budak dari budaknya sendiri”. Ayaz menjadi teladan orang yang dicintai, dan sebuah model dari kemurnian cinta dalam literatur sufi. Keduanya telah menjadi pasangan yang terkenal dari kisah cinta di Persia. Karena itu muncul dugaan, bahwa hubungan cinta antara Sultan dan Ayaz melibatkan perasaan sebagaimana seorang laki-laki mencintai perempuan. Meski begitu, banyak yang menolak bahwa mereka terlibat hubungan homoseksual. Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa Sultan Mahmud adalah peganut mazhab fikih Hanafi yang puritan.

Sumber: Fariduddin Attar, Musyawarah Burung;

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading