Ads
Aktualita

Percepat Rekonsiliasi, Cegah Anarki

Kekhawatiran akan munculnya gelombang ketidakpuasan terkait hasil Pilpres 2019, yang dilaporkan bakal mencapai puncaknya pada saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil akhir rekapitulasi surat suara pada 22 Mei mendatang, kian meluas di masyarakat. Narasi-narasi yang menyebut Pemilu 2019 penuh dengan kecurangan terus disuarakan sejumlah kalangan.

TNI dan Polri kini tengah berhadapan pada situasi yang menuntut mereka meningkatkan kesiagaan, mengantisipasi aksi-aksi ketidakpuasan yang diprediksi bakal berbuntut kekerasan, penyerangan terhadap kantor KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Hoaks [soal kecurangan pemilu] terus disebar karena ada aktor ingin memanfaatkan situasi yang berkembang. Polarisasi yang terbentuk selama masa kampanye dapat dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu dan bisa menimbulkan anarkisme massa,” ungkap Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Jakarta pada Selasa (7/5) sebagaimana dikutip jawapos.com.

Ia mengatakan langkah-langkah khusus sudah dipersiapkan untuk mengatasi kondisi tersebut. Aksi people power akan mengganggu stabilitas keamanan nasional dan ini harus dicegah, kata Hadi.

Pemilu gagal dan curang? Tudingan kecurangan dan pelanggaran Pemilu 2019, yang terus disuarakan khususnya oleh pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, kini menjadi perhatian publik. Kubu Prabowo – Sandi mendesak agar tim pencari fakta kecurangan Pemilu 2019 segera dibentuk. Sementara menurut kubu Joko “Jokowi” Widodo – Ma’ruf Amin, mereka juga cukup banyak dirugikan oleh berbagai bentuk kecurangan.

Dalam penghitungan suara KPU, pasangan Jokowi – Ma’ruf masih unggul atas pasangan Prabowo – Sandi. Data menyebutkan, sampai pukul 12:45 WIB, Rabu (8/5), Jokowi – Ma’ruf mendapat 56,19% suara sementara Prabowo – Sandi 43,81%. Dengan total 71,65% suara TPS usai dihitung, selisih perolehan suara di antara dua kandidat mencapai 12,38%. Data ini mengacu pada angka sementara Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) milik KPU yang ditampilkan dalam pemilu2019.kpu.go.id.

Data Situng ini tidak terlampau berbeda dengan hasil hitung cepat (quick count) pasca pencoblosan yang dilakukan beberapa lembaga jajak pendapat independen, yang menunjukkan pasangan Jokowi – Ma’ruf mendapat sekitar 54% – 55% suara sedangkan Prabowo – Sandi meraih sisanya. Namun beragam tudingan kecurangan telah menyeruak sejak awal.

Sepekan setelah pencoblosan serempak digelar di 34 provinsi pada 17 April, Sudirman Said, direktur materi debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo – Sandi, mengatakan hasil Pemilu 2019 diperoleh dari proses yang tidak adil. Ini mengacu berbagai temuan kasus dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi selama pemilu. “Jadi suasana sekarang itu sebetulnya angka apapun wajib dicurigai sebagai hasil ketidak-fair-an,” ujar Sudirman di Jakarta pada Senin (22/4), sebagaimana dikutip kompas.com. Ia mengklaim BPN menemukan banyak kejanggalan dan dugaan kecurangan yang berlangsung di banyak tempat, mulai dari Aceh sampai Papua, selama proses pemungutan suara hingga rekapitulasi.

Sebelumnya, dalam pernyataan yang disampaikan di hadapan para awak media serta pendukungnya usai pencoblosan 17 April, Prabowo mengklaim memenangi Pilpres 2019 dengan meraih 62% suara. Angka itu, kata dia, berdasarkan real count atau hitung manual yang dilakukan tim di lebih dari 320,000 TPS atau sekitar 40% dari total TPS di seluruh Indonesia.

Dalam sejumlah kesempatan, tim BPN mengatakan pihaknya telah mencatat 71.000 kesalahan entry formulir C1 yang dilakukan petugas KPPS, terutama di daerah-daerah padat seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Menurut tim, kesalahan entry menunjukkan ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu yang pada akhirnya merugikan kubu Prabowo – Sandi.

Namun data KPU menyebutkan bahwa hingga 27 April, tercatat hanya ada 142 kesalahan entry formulir C1, yang 38 di antaranya berasal dari laporan masyarakat dan 104 lainnya hasil pantauan KPU sendiri.

Menyitir data komisi, Ketua KPU Arief Budiman meminta masyarakat tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa Pemilu 2019 gagal karena hingga saat ini, tahapan pemilu masih terus berjalan. Pemilu 2019 berjalan transparan, karena baik masyarakat maupun peserta pemilu bisa sama-sama memantau proses pemungutan, penghitungan hingga rekapitulasi suara, ia menegaskan. Partisipasi masyarakat pada pemilu tahun ini juga tergolong tinggi.

“Menurut saya, terlalu dini untuk menyimpulkan Pemilu 2019 gagal, Pemilu 2019 curang,” kata Arief di Jakarta pada Sabtu (27/4) sebagaimana dikutip kompas.com. Ia mengatakan KPU akan menggelar evaluasi setelah seluruh tahapan pemilu selesai. Kesimpulan bahwa Pemilu 2019 gagal atau tidak baru bisa diketahui setelah proses evaluasi dilakukan. “Jadi, silakan menyimpulkan apakah ini gagal atau apakah ini curang, nanti setelah proses selesai. Mari kita evaluasi bersama-sama,” kata Arief.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda