Dia selalu bersedia menyerahkan dirinya dalam keadaan susah, dan ikhlas mendermakan hartanya dalam keadaan lapang dan makmur. Tentang Thalhah ibn Ubaidillah.
Dalam hadis yang diiriwayatkan dari Abdurrahman ibn Auf, disebutkan 10 sahabat Nabi yang digembirakan atau dijamin bakal masuk surga. Mereka adalah (1) Abu Bakar Ash-Shiddiq, (2) Umar ibn Khaththab. (3) Utsman ibn Affan, (4) Ali ibn Abi Thalib, (5) Zubair ibn Awwam, (6) Abu Ubaidah Amir ibn Al-Jarrah, (7) Abdurrahman ibn Auf, (8) Sa’d (Sa’ad) ibn Abi Waqqash, (9) Thalhah ibn Ubaidillah, (10) Sa’id ibn Zaid. Sebagaimana halnya pada figur dan perjuangan Rasulullah s.a.w., kita juga bisa mengambil suri tauladan dari para sahabat yang tergolong generasi pendahulu atau as-sabiquunal awaaluun itu. Tiga tulisan terdahulu memuat masing-masing Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar ibn al-Khaththab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Zubair ibn Awwam, Abu Ubaidah ibn Jarrah, Abdurrahman ibn Auf, dan Sa’d ibn Abi Waqqash. Tulisan berikut ini tentang Thalhah ibn Ubaidillah, yang digelari Shaqri Uhud atau “Garuda Uhud’.
Thalhah ibn Ubaidillah adalah orang ke-8 yang masuk Islam. Ia salah seorang yang masuk Islam di tangan Abu Bakar. Seseorang yang menebus Rasululah dengan hidupnya waktu Perang Uhud. Dialah yang disaksikan Rasulullah sebagai syahid yang berjalan di muka bumi. Seseorang yang digambarkan “selalu bersedia menyerahkan dirinya dalam keadaan susah” dan “ikhlas mendermakan hartanya dalam keadaan lapang dan makmur.”
Syahdan, dalam sebuah perjalanan ke Basrah ia bertemu dengan seorang pendeta di sebuah gereja. Sang pendeta bertanya apakah di antara yang hadir ada yang berasal dari bumi Al-Haram, Mekah. Thalhah pun menjawab “Ya”. Pendeta itu lantas bertanya:
“Apakah Ahmad sudah lahir?”
“Siapa itu Ahmad?” Thalhah balik bertanya.
“Putera Abdullah, ibn Abdul Muthalib, Inilah hari kelahirannya, dia penutup para Nabi, lahir di bumi Haram hijrah ke Yatsrib, maka hendaklah kamu datang ke sana!”
Terkesan dengan perkataan sang pendeta, Thalhah pun segera kembali ke Mekah. Begitu tiba, ia langsung bertanya kepada orang-orang: “Adakah telah terjadi peristiwa penting di sini?” Orang-orang menjawab “Ya, ada. Muhammad menjadi Nabi”.
Waktu itu Thalhah diikuti Abu Bakar. Setelah bertemu muka Abu Bakar, Thalhah bertanya: “Apakah engkau telah mengikuti Muhammad?”
“Ya pergilah kamu untuk menemuinya, dan ikutilah beliau, sebab mengajak kebenaran”.
Thalhah pun bercerita kepada Abu Bakar mengenai pertemuannya dengan pendeta di Basrah itu. Setelah itu mereka bersama-sama menjumpai Rasulullah, dan Thalhah pun menyatakan masuk Islam. Seperti para pengikut Rasulullah yang lain, Thalhah pun tidak luput dari penganiayaan karena telah mengikuti agama yang dibawa oleh Muhammad. Tapi berbagai penderitaan itu ia bisa lewati, sampai akhirnya ia hijrah ke Madinah bersama keluarga Abu Bakar.
Pada perang Uhud in Thalhah mendapat luka-luka cukup banyak di sekujur tubuhnya. Rasulullah sendiri pecah gigi serinya. Wajahnya juga kena luka, dan pingsan. Waktu itu Thalhah tetap sabar dan mengajak Rasul untuk kembali dengan mundur. Setiap bertemu musuh, ia membelanya sehingga ia mengantarkan Rasul sampai kaki gunung untuk beristirahat sementara.
Riwayat dari Aisyah menyebutkan bahwa setiap disebut-sebut perang “Uhud”, maka Abu Bakar berkata: “Itu semua adalah hari-hari perjuangan Thalhah.” Abu Bakar juga mengatakan: “Saya adalah orang yang pertama kali kembali kepada Rasulullah saw., di Perang Uhud, dikala itu beliau bersabda kepada saya dan Abu Ubaidah ibn Jarrah: ‘Tolonglah temanmu!’ Yang dimaksudkan adalah Thalhah yang sedang berlumuran darah. Setelah kami berbuat sesuatu kepada Nabi lalu kami mendatangi Thalhah, yang mana di tubuhnya terdapat sekitar tujuh puluh tujuh luka-luka yang kebanyakan berupa luka tusukan, lemparan dan pukulan, dan jari-jarinya telah lumpuh. “
Thalhah ibn Ubaidillah adalah salah seorang sahabat yang memiliki kedudukan terpandang di kalangan para sahabat seluruhnya. Ketka Umar ibn Khaththab menderita sakit akibat tusukan seorang budak Persia, ia diminta agar memilih calon pengganti Khalifah. Namun, ia memilih enam sahabat terkemuka, di antaranya Thalhah, untuk bermusyawarah siapa yang akan menjadi penerusnya.
Thalhah ibn Ubaidillah wafat pada waktu Perang Unta yang memperhadapkan Aisyah, Zubair ibn Awwam dan Thalhah di satu pihak dengan Ali ibn Abi Thalib di pihak lain. Ketika mendengar Thalhah wafat terkena lesakan anak panah, Ali ibn Ab Thalib merasa sangat susah karena hal itu terjadi akibat perselisihan pendapat. Ia menyatakan, “Saya berharap semoga saya, Utsman, Thalhah dan Zubair termasuk orang-orang yang menjadi sasaran firman Allah: “Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Q.S. Al-Hijr: 47).
Sumber: Muhammad Ali Al-Quthub, Sepulu Sahabat Dijamin Ahli Syurga; M. Yusuf Al-Kandahlawy, Kehidupan Para Sahabat Rasulullah S.A,W. (1982).