Jejak Islam

Komunitas Muslim Hui dan Orang Jawa di Hongkong

Sejak kapan Islam berkembang di Hongkong? Bagaimana pula aktivitas Muslim Indonesia di negeri itu?

Dalam catatan sejarah Islam di Hongkong bermula pada awal abad ke-19. Saat itu para pedagang Eropa merambah sampai kawasan Laut Cina Selatan, dan akhirnya juga membawa para pelaut dan pedagang dari Asia Selatan (India, Pakistan, dan Bangladesh) ke kawasan Guangzhou, Makau, dan Kowloon.

Di sisi lain sebenarnya keberadaan kaum muslim di Guangzhou, Macau, dan Kowloon dapat ditelusuri lebih jauh lagi sejak abad ke-8 ketika orang-orang Arab, Persia, dan Asia Selatan yang mengunjungi Guangzhou pada akhirnya menetap di sana. Dari beberapa generasi, orang-orang Muslim ini memperkenalkan Islam ke penduduk Cina dan menjadikan mereka muslim. Dan kelak, penduduk Cina yang beragama Islam ini dikenal dengan sebutan orang atau bangsa Hui.

Warga muslim Hongkong berpose di depan masjid Jamia Hongkong

Komunitas orang Hui yang tinggal di Hongkong saat ini relatif besar, namun keberadaan mereka dalam sejarah Islam di Hongkong tidak banyak disebut. Perkembangan Islam di Hongkong lebih banyak dikaitkan dengan hubungan dagang antara pemerintah Inggris di Hongkong waktu itu dengan India, sehingga Islam di Hongkong lebih sering dikaitkan dengan komunitas India dan Asia Selatan.

Dalam sejarah awal perkembangan Islam di Hongkong, orang-orang Islam yang menetap di kota ini adalah para pelaut dan pedagang dari Kalkuta, India, dan kemudian menetap di daerah Central Hongkong pada tahun 1829.

Semula mereka sering shalat Jumatan di pinggiran jalan. Antropolog Chinese University, Hong Kong, Paul O’Connor dalam bukunya Islam in Hong Kong: Muslims and Everyday Life in China’s World City (2012), sebagaimana dikutip oleh  Fahmi Panimbang dalam tulisannya di ddhongkong.org, terdapat cerita bahwa penduduk Hongkong saat itu cukup toleran dan hormat terhadap komunitas muslim. Dalam beberapa contoh sehari-hari misalnya, mereka tidak mau membawa daging babi ke pasar melalui jalan kawasan jalan yang biasa dipakai jumatan sebagai bentuk penghormatan. Cerita ini menjadi bukti bahwa masyarakat Hongkong sudah lama berinteraksi dengan komunitas muslim, dan sebagian besar  mereka sangat toleran.

Yang menarik Komunitas Muslim secara resmi sudah terbentuk sekitar tahun 1850-an. Pembentukan komunitas dan organisasi Muslim ini pun diakui oleh pemerintahan pendudukan Inggris saat itu. Mereka membentuk organisasi Islam pertama di Hongkong, yaitu Badan Wakaf Komunitas Islam (Incorporated Trustees of the Islamic Community Fund).

Dalam perkembangannya organisasi ini kemudian menyediakan lahan untuk ibadah di Jalan Shelley nomor 30, di kawasan Mid-Level. Masjid inilah yang  sekarang dikenal dengan nama Masjid Jamia. Pada Juli 1870, Badan Wakaf Komunitas Islam menyediakan lahan untuk pemakaman di daerah Happy Valley. Di pemakaman tersebut akhirnya juga dibangun masjid kecil untuk ibadah.

Di luar Pulau Hongkong, yakni di Kowloon, lahan juga disediakan pada tahun 1884 yang waktu itu bertujuan memenuhi kebutuhan ibadah para anggota militer dari Punjab, India. Para tentara India tersebut tengah ditugaskan pemerintahan Inggris di Hongkong saat itu dan tinggal di barak militer Whitfield, yang lokasinya sekarang menjadi Taman Kowloon (Kowloon Park). Dalam prosesnya, lahan untuk ibadah ini pun akhirnya menjadi masjid dan dikenal dengan Masjid Kowloon.

Walhasil kini di seantero Hongkong terdapat lima masjid yang menjadi pusat aktivitas keislaman. Empat masjid wilayah (pulau) Hongkong dan 1 di Kowloon.

Pemandangan kota Kowloon Hongkong di malam hari . (foto :Zhushenje/Pixabay)

Di wilayah Hongkong, selain Masjid Jamia, ada 3 masjid lain yakni Masjid Ammar & Osman Ramju Sadick Islamic Centre,  Terletak di 40 Oi Kwan Road, Wanchai, Hong Kong . Kemudian Chai Wan Mosque di Tsui Wan street, Islamic Kasim Tuet Memorial College Chaiwan Hongkong. Stanley Mosque terletak di 53 Tung Tau Wan Road,Hongkong.  Masjid terbesar di negeri ini berada di Nathan Road Tsim Tsa Tsui, Hongkong dengan kapasitas menampung jamaah hingga 3.500 orang.

Di Kowloon, yang dipisahkan laut dengan pulau Hongkong.  Untuk menuju ke sana bisa jalan darat dengan melalui terowongan bawah laut, atau menggunakan kapal ferry untuk menyeberang.  Masjidnya cukup besar, namanya Kowloon Mosque and Islamic Centre, berada di 105 Nathan Road, TST, Kowloon. Sebenarnya sejarah perkembangan Islam di Hongkong adalah bagian dari sejarah perkembangan kota Hongkong secara  luas. Meskipun dalam banyak catatan sering dikesampingkan.

Dari sisi perkembangan jumlah pemeluk Islam, dulu sebelum gelombang pekerja migran menyerbu Hongkong, terutama dari Indonesia (BMI: buruh migran Indonesia, mereka kurang suka disebut TKI: tenaga kerja Indonesia) jumlah warga muslim di Hongkong kurang dari 100 ribu orang, antara 80-90 ribu saja. Namun ketika pemerintah Indonesia sejak awal 1980-an mengatur pengiriman TKI secara resmi (sebagaimana tercatat dalam buku Rosihan Anwar berjudul “Sejarah kecil petite histoire Indonesia” ) gelombang pekerja migran asal Indonesia membanjiri negara-negara Malaysia, Singapura, juga Hongkong. Sejak itu populasi muslim di Hongkong pun meningkat hingga sekitar 110 ribu orang.

Pengaruh warga Indonesia yang bekerja di Hongkong –yang dari tahun ke tahun terus meningkat– memang sangat signifikan tidak hanya dalam perkembangan jumlah warga muslim, tetapi juga syiar Islam di negara dengan kota paling sibuk di dunia ini. Sebagai gambaran, saat saya berbincang dengan mereka di sela-sela waktu senggang, di antara mereka menawarkan saya untuk tinggal lebih lama di Hongkong.

“Tinggallah lebih lama. Paling tidak sampai akhir pekan. Hari minggu kami bikin tablig akbar, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastyar) akan datang dari Bandung mengisi pengajian,” kata Wati sembari menceritakan, acara seperti itu bisa dihadiri ribuan orang.

Acara-acara keagamaan semacam itu tidak hanya digelar di satu tempat. Peran dan aktivitas para buruh migran Indonesia, membuat syiar Islam makin semarak di Hongkong. Di beberapa distrik di Hong Kong biasa diselenggarakan perayaan hari besar Islam, selain kegiatan religi rutin mingguan.

Coba saja kalau pas liburan di Hongkong. Saat akhir jumat atau akhir pekan, mampirlah ke Masjid Jamia ini, atau Masjid lain di Hongkong,  Anda mungkin tak akan merasa berada di negeri orang, karena banyak orang bertegur sapa dengan bahasa Indonesia, atau bahkan bahasa Jawa.

About the author

Abdul Rahman Mamun

Penulis, dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina dan communication strategist. Komisioner dan Ketua KIP (Komisi Informasi Pusat) RI periode 2009-2013. Meraih gelar S2 Magister Ilmu Politik di FISIP UI sebagai Lulusan Terbaik. Lulus S1 Teknik Sipil UGM dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mengawali karir sebagai wartawan dan Redaktur Pelaksana Majalah Panji Masyarakat, jurnalis MetroTV dan producer ANTV, menjadi CEO Magnitude Indonesia, konsultan keterbukaan informasi dan strategi komunikasi, Direktur Utama dan Wakil Pemimpin Umum Panji Masyarakat. Menulis buku, artikel media, jurnal ilmiah dan pembicara di berbagai forum.

Tinggalkan Komentar Anda