Jejak Islam

Jamia Mosque Hongkong : Masjid Tertua dengan Puluhan Eskalator

Hongkong identik dengan pusat bisnis, dengan gedung-gedung perkantoran dan apartemen yang tinggi menjulang. Di bekas koloni Inggris ini terdapat lima masjid, salah satunya Masjid Jamia yang berarsitektur tradisional.

Bila Anda sedang berada di Hongkong, dan mendengar ada Jamia Mosque (Masjid Jamia) di Shelley Street, Central Hongkong, jangan membayangkan masjid itu berada di pinggir jalan layaknya mesjid-masjid di tengah kota di Indonesia. Alamatnya memang di 30, Shelley Street Mid-level Central Hongkong, sehingga juga dikenal sebagai Shelley Street Mosque. Namun letaknya yang di hampir puncak bukit, untuk mencapai gerbangnya pun Anda harus menggunakan tangga otomatis atau eskalator. Meski ada juga tangga biasa. Tapi akan capek sekali kalau memaksakan diri. Karena perlu tidak hanya satu atau dua batang eskalator.

Saat saya mengunjungi Jamia Mouque, saya iseng menghitungnya sejak turun dari mobil di pinggir jalan Shelley, langsung menjumpai pangkal eskalator yang terdapat petunjuk “Jamia Mosque”, dan begitu naik, anda akan di bawa ke atas, habis satu level, ketemu satu gang, nyambung lagi dengan eskalator. Begitu terus sampai hampir bosan, dan (hitungan saya) setelah 11 batang eskalator barulah Anda menjumpai gerbang Masjid Jamia ini.

Arsitektur Masjid Jamia lebih menyerupai beberapa masjid yang sering kita jumpai di Indonesia: berkubah dan bermenara. Berbeda dengan masjid-masjid lain di Hongkong yang besar dan berdesain kontemporer, Masjid Jamia terlihat lebih tradisional dan berukuran kecil. Namun menjadi unik karena letaknya di perbukitan terjal, dan dikepung gedung-gedung tinggi menjulang. Ada perkantoran, dan banyak pula apartemen-apartemen tempat warga kota Hongkong bermukim.

Di dalam masjid Jamia Hongkong (foto : wikipedia)

Masjid Jamia ini berada di antara daerah sekitar perbatasan Central dan Sheung Wan. Untuk mencapainya tidak terlalu sulit, karena masih masuk wilayah Central Hongkong. Bila Anda menggunakan transportasi umum, dari Central ambil arah menuju Mid-Levels Escalator, dan berhenti di persimpangan antara Shelly Street dan Robinson Road.

Masjid Jamia ini tercatat sebagai masjid tertua di Hongkong. Bangunannya  didirikan pertama kali pada tahun 1849, dan kemudian direnovasi pada 15 agustus 1915 oleh H.M.H Essack Elias.  Seusai renovasi inilah lalu dipasang prasasti sebagai penanda bertuliskan huruf Arab dan Inggris lengkap dengan angka tahun 1915.  Tertulis: peletakan batu pertama fondasi pembangunan kembali dilakukan oleh Nakoda Suleman Curimmahomed, seorang muslim India. Pemerintah Hongkong memang memasukkan Masjid Jamia dalam salah satu daftar pertama bangunan bersejarah yang dijaga kelestariannya (List of Grade I Historic Buildings in Hongkong).

Gerbang Masjid Jamia Hongkong (foto Wikipedia)

Saat saya memasuki halaman Masjid selepas waktu lohor, namun belum tiba waktu ashar. Masjid tampak lengang, dan hanya dijumpai beberapa orang. Salah satunya adalah imam masjid,  seorang muslim kebangsaan Pakistan, bersama seorang takmir masjid yang beristrikan orang Indonesia.

Begitu saya memperkenalkan diri sebagai orang Indonesia, saya langsung dikenalkan dengan sang istri, dan dipersilakan masuk rumah mereka, sekitar 50 meter di depan serambi masjid.

“Masjid ini ramai kalau jamaah salat Jumat. Di dalam bisa menampung 400 jamaah,” kata Ali, sang imam. Menurutnya, kalau hari biasa, paling hanya satu atau dua shaf jamaah yang salat berjamaah di masjid ini.  Yah, sama sih dengan masjid di kota-kota Indonesia. Biasanya hanya ramai saat  jumatan atau bulan Ramadhan.

Komunitas muslim di Hongkong, meski tergolong minoritas, namun termasuk  menonjol keberadaannya. Saat ini dari 6,8 juta jiwa penduduk Hongkong, sekitar 220 ribu warga menganut agama Islam dengan 30 ribu di antaranya muslim beretnis China. Sisanya terbagi sebagai pemeluk Konghucu, Budha, Kristen, Hindu, dan Katolik.

About the author

Abdul Rahman Mamun

Penulis, dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina dan communication strategist. Komisioner dan Ketua KIP (Komisi Informasi Pusat) RI periode 2009-2013. Meraih gelar S2 Magister Ilmu Politik di FISIP UI sebagai Lulusan Terbaik. Lulus S1 Teknik Sipil UGM dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mengawali karir sebagai wartawan dan Redaktur Pelaksana Majalah Panji Masyarakat, jurnalis MetroTV dan producer ANTV, menjadi CEO Magnitude Indonesia, konsultan keterbukaan informasi dan strategi komunikasi, Direktur Utama dan Wakil Pemimpin Umum Panji Masyarakat. Menulis buku, artikel media, jurnal ilmiah dan pembicara di berbagai forum.

Tinggalkan Komentar Anda