Ads
Bintang Zaman M.Natsir

Keluar Dari Kegelapan

Natsir-NatsirMuda Itu

Semakin ramai, akhir-akhir ini, ramalan tentang bakal munculnya Masyumi baru—dengan nada penuh gairah atau, sebaliknya, penuh kecemasan. Itu, memang, bukan mustahil. Bukan karena beberapa waktu lalu Ridwan Saidi sudah mendirikan partai Masyumi Baru. Tapi, tanda-tanda munculnya politik sektarian semakin mencolok. Pekan lalu, misalnya, ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Anwar Harjono menyerukan pembentukan partai Islam. Pada saat yang hampir bersamaan, ada seruan dari Ketua Dewan Pertimbangan Masyumi Baru Ibrahim Mady- lao bagi rehabilitasi Masyumi.

Lantas orang bicara tentang Natsir, karena Masyumi tak bisa lepas dari orang satu ini. Perlukah? “Saya berpendapat, ya,” kata Hartono Mardjono, mantan aktivis DDII dan bekas anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) kepada Iqbal Setyarso dari Panji. Natsir, meninggal pada 6 Februari 1993, adalah salah satu dari sedikit tokoh kita yang sosoknya selalu dirindukan, dan diperbarui.

Ketika Nurcholish Madjid, waktu itu ketua umum PB HMI, tampil dengan gagasan dan pernyataan yang banyak menyerang Barat, orang menyebutnya “Natsir muda”. Tapi ketika ia mengeluarkan pernyataan “Islam yes, partai Islam no”, orang mulai melupakan gelar itu. Ia bahkan pernah berhadapan dengan tokoh-tokoh DDII, plus Ridwan Saidi, ketika menyuguhkan pikiran yang “aneh-aneh” dalam soal agama.

Gelar itu kemudian diberikan kepada Dr. Amien Rais, ketua PP Muhammadiyah kini, ketika ia tampil dengan gagasannya untuk menghidupkan kembali ide-ide Natsir. Amien, dalam beberapa hal, memang punya kemiripan: tegas, berani dan sangat komit pada Islam, tapi juga memiliki cukup komitmen terhadap pluralisme. Namun, secara tidak langsung Hartono Mardjono menepis itu. “Ini kan saya kira, orang nggandul (menumpang) nama besar Natsir,” katanya. “Pak Natsir orangnya halus, tidak vulgar bicaranya. Orangnya tegas dalam sikap, tapi halus dalam penyampaian.”

Justru, tambahnya, sosok Natsir lebih cocok pada Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum ketatanegaraan UI yang juga aktivis DDII. “Ia ada kemiripan. Tidak kasar, hanya mungkin jam terbangnya masih kurang, tetapi pengintegrasian antara Islam dengan nasionalisme, itu saya lihat betul pada diri Yusril.”

Anwar Harjono secara tidak langsung juga mengidentifikasikan Yusril dengan Natsir. Waktu Panji meminta wawancara mengenai Natsir, ia menolak, dan menunjuk Yusril. “Pokoknya soal Natsir sama Yusril saja. Dia tahu segalanya,” katanya.


Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading