Ads

Sementara pahlawan-pahlawan yang dengan semangat besar melakukan perlawanan serta dibuang ke Srilanka dan Tanjung Harapan terlupakan oleh kita, masyarakat setempat khususnya di Afrika Selatan menghargai luar biasa. Jasa mereka dalam mengembangkan kota Cape, mengobarkan semangat persatuan dan perlawanan terhadap penjajahan dan diskriminasi rasial serta penyebaran agama Islam, tercatat sebagai tinta emas sejarah Afrika Selatan.

Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma saat bertemu Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu 8 Maret 2017 misalkan mengatakan bahwa mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela menyebut Syeh Yusuf sebagai “salah seorang putera Afrika terbaik,”dan untuk itu Pemerintah Afrika Selatan memberikan gelar

pahlawan kepadanya. Sedangkan terhadap Pangeran Cakraningrat IV yang dibuang dan ditahan di Pulau Robin, dalam berbagai kesempatan Nelson Mandela menyebutnya sebagai sumber inspirasi tatkala ia mengalami saat-saat putus asa karena ditahan selama 18 tahun di pulau yang sama (Robben Island Museum dalam Guide to the Kramats of the Western

Cape) . Dalam pidatonya yang berjudul “Renewal and Renaissance” di Pusat Studi Islam Universitas Oxford, Inggris 11 Juli 1997 misalnya, Nelson Mandela menyebut tahanan politik pertama di Pulau Robben sebagai bapak pembangunan Islam di Afrika Selatan, dan juga satu dari sejumlah pemimpin yang dibuang karena melawan penguasa kolonial di Asia Tenggara.

Yang luar biasa pula, di wilayah Cape masyarakat muslim setempat membangun serta merawat 26 makam yang dikeramatkan pada 24 lokasi. Dari jumlah sebanyak itu 14 diantaranya dipastikan berasal dari Nusantara yang tersebar di 13 lokasi. Sedangkan yang 9 lagi tidak jelas, namun diduga juga dari Nusantara berdasarkan antara lain statusnya sebagai bekas budak atau tawanan Pemerintah Hindia Belanda, kedatangannya pada sekitar abad 17 dan 18 yaitu periode kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda yang banyak mengirim tawanan politik dan para budak. Selebihnya satu dari Iraq, satu dari Yaman dan satu lagi dari India. Perawatan makam tersebut ditangani oleh Cape Mazaar (Kramat) Society, yaitu suatu organisasi sosial dan dakwah yang merawat makam atau kramat-kramat tersebut. Uniknya, Organisasi ini didirikan pada bulan Januari 1982 di lokasi makam Pangeran Cakraningrat di pulau Robben, dan lebih unik lagi, 8 tahun kemudian tepatnya 11 Februari 1990, Nelson Mandela dibebaskan dari penjara bertepatan dengan tatkala umat muslim sedang menyelenggakan perayaan tahunan di makam Cakraningrat.

Di depan makam Syeh Yusuf

Di makam ini sebagian para tahanan terutama yang beragama Islam,menyempatkan diri memberikan penghormatan dan pamitan begitu memperoleh pembebasan. Nelson Mandela yang memang mengakui memperoleh inspirasi penguat batin dari makam Cakraningrat sewaktu putus asa, mampir dan menyatakan di tengah suasana perayaan tersebut sebagai berikut, “Apalah artinya saya di penjara di pulau ini, dibanding orang ini. Saya tidak tahu persis dari mana asalnya. Nampaknya dia seorang pejuang di negaranya sehingga dia begitu dihormati. Orang ini dipenjarakan penjajah sampai dia mati di pulau ini. Dia tidak pernah pulang ke negerinya.”

Pada mulanya, kegiatan Cape Mazaar (Kramat) sekadar membersihkan dan mengecat makam-makam para penyebar agama Islam di Cape, demi menghormati kepahlawanan, pengorbanan serta melestarikan api perjuangan mereka, yang tak mungkin dibayar oleh generasi sekarang kecuali dengan cara-cara tersebut. Namun semakin hari spontanitas ini terus tumbuh berkembang menjadi organisasi yang cukup baik dan terdaftar secara resmi. Organisasi ini juga melayani tour ziarah, seperti halnya di Indonesia ada Wisata Ziarah Wali Songo.

Tentang Penulis

Avatar photo

B.Wiwoho

Wartawan, praktisi komunikasi dan aktivis LSM. Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat (1996 – 2001, 2019 - sekarang), penulis 40 judul buku, baik sendiri maupun bersama teman. Beberapa bukunya antara lain; Bertasawuf di Zaman Edan, Mutiara Hikmah Puasa, Rumah Bagi Muslim-Indonesia dan Keturunan Tionghoa, Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, Operasi Woyla, Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945 serta Pancasila Jatidiri Bangsa.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading