Ali ibn Abi Thalib: Hubungan antara sabar dan iman seperti hubungan antara kepala dan badan.
Ada dua macam sabar. Sabar terhadap apa yang diupayakan, dan sabar terhadap apa yang tanpa diupayakan. Sabar terhadap apa yang diupayakan juga dibagi dua: sabar menjalani perintah Allah dan sabar dalam menjauhi larangan-larangannya. Kita memang harus berupa untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Dan kedua hal itu bukan perkara yang mudah, dan karena itu pula harus bersabar. Adapun sabar terhadap hal-hal yang tidak diupayakan, yaitu kesabaran dalam menjalani ketentuan Allah yang menimbulkan kesukaran bagi kita.
Al-Junaid menegaskan, “Perjalanan dari dunia ke akhirat adalah mudah bagi orang yang beriman, tetapi hijrahnya di sisi Allah adalah sulit. Dan perjalanan dari diri sendiri menuju Allah adalah sangat sulit, tetapi yang lebih sulit adalah bersabar bersama Allah SWT.” Ketika ditanya tentang sabar, Al-Junaid menjawab: Sabar adalah meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut.”
Ali ibn Abi Thalib r.a. mengatakan, “Hubungan antara sabar dan iman seperti hubungan antara kepala dan badan.”
Dzun Nun Al-Mishri berkata, “Sabar adalah menjauhi pelanggaran dan tetap bersikap rela sementara kita merasakan sakitnya penderitaan, dan sabar juga menampakkan kejayaannya ketika kita ditimpa kemiskinan di lapangan kehidupan.”
“Abu Utsman berkomentar: “Orang yang paling sabar adalah yang terbiasa dalam kesengsaraan yang menimpa dirinya. Ada juga yang mengatakan, sabar adalah menjalani cobaan dengan sikap yang sama seperti menghadapi kenikmatan.”
Abu Abdullah ibn Khafif menyebut tiga macam sabar. Yakni sabar orang yang berjuang untuk sabar (mutashabbir), sabar orang yang sabar (shaabir) dan sabarnya orang-orang yang sangat sabat (shabbaar). Abu Muhammad Al-Jurairi menjelaskan, “Sabar tidaklah membedakan keadaan bahagia atau menderita, disertai ketenteraman pikiran dalam keduanya. Bersikap sabar adalah mengalami kedamaian ketika menerima cobaan, meskipun dengan adanya kesadaran akan beban penderitaan