Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romy Romahurmuziy dan dua pejabat Kementerian Agama Jumat 15 Maret 2019 lalu, sungguh bagai sembilu yang menyayat nurani umat. Apa yang salah dengan sistem pendidikan agama dan moral kita?
Bagi para pengamat politik, tertangkapnya Romy tidak mengagetkan, namun tetap saja sangat menyakitkan mendengarnya.
Tidak mengagetkan lantaran korupsi berjamaah di segenap relung kehidupan sudah menjadi rahasia umum. Tak kurang dari mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruky misalkan, dalam buku “Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945” menyatakan korupsi sekarang sudah berlangsung secara masif, sistemik dan terstruktur, sudah menjadi output dan produk dari suatu sistem. “Pada zaman now inilah terjadi bapak ditangkap karena korupsi, kemudian isteri dan anak yang menggantikannya pun ditangkap karena korupsi, sehingga bergantianlah mereka menjadi penghuni penjara.”
Korupsi bukan saja sudah membudaya, tapi mulai mendarah-daging nyaris menjadi DNA (deoxyribonucleic acid), terkandung secara genetika. DNA adalah biomolekul sel-sel tubuh manusia. Tentu ini hanyalah sebuah pengibaratan, guna menggambarkan betapa sudah amat bersimaharajalelanya wabah korupsi di Indonesia. Karena telah menyusup masuk DNA maka kita tidak risih lagi, bahkan enjoy melakukan dan menikmati aneka perbuatan dari pohon korupsi, mulai dari akar, batang, dahan, ranting, daun dan buah korupsi. Sikap rakus dan tamak, tidak jujur, menghalalkan segala cara, memberi dan menerima hadiah karena pekerjaan kita dengan dalih sama-sama ikhlas, suap-menyuap, rekayasa memenangkan tender dan memperoleh order kerja melalui korupsi, kolusi dan sejenisnya, adalah komponen-komponen dari pohon korupsi tadi. Karena mulai menjadi DNA, kita tidak takut lagi pada hukum-hukum buatan manusia maupun
Tuhan. Ibadah oke, maksiat pun jalan terus.
Selama ini kita mengenal terorisme itu jahat, lantaran menggangu ketenteraman umum serta membunuh orang-orang “yang tak berdosa.” Namun korupsi dan para koruptornya justru jauh lebih jahat lagi, sebab mereka adalah pembunuh berdarah dingin yang membunuh seluruh rakyat secara pelan-pelan, dengan merampok segenap hak hidup dan kesejahteraan rakyat.
Indonesia Democracy Monitor yang dipimpin aktivis Hariman Siregar, sering mengundang pimpinan Parpol termasuk Romahurmuziy, untuk berbicara dalam diskusi Reboan tentang realita demokrasi di Indonesia. Banyak dari mereka yang mengecam praktek demokrasi berbiaya tinggi yang tidak sehat, yang memicu korupsi, bahkan membahayakan masa depan karena juga sekaligus hanya memberikan kesempatan kepada para pemilik uang untuk mencengkeram kekuasaan atas bangsa dan negara. Sayangnya mereka toh tetap menjadi bagian dari mesin partai dan kekuasaan yang dikecamnya.
Ironisnya, korupsi bukan hanya dilakukan oleh orang yang tak paham hukum negara dan agama, tapi juga oleh beberapa menteri bahkan termasuk dua Menteri Agama serta sejumlah aktivis dan pimpinan parpol berbasis Islam.
Mengapa semua itu bisa terjadi? Apakah Islam tidak melarang korupsi? Sesungguhnyalah, banyak ayat dan hadis yang secara tegas melarang korupsi, suap-menyuap, perbuatan mengambil hak orang lain secara batil dan mengkhianati amanah, yang semuanya dikatagorikan sebagai uang atau barang haram.
Salah satu hadis riwayat Muslim yang sangat popular dan menjadi salah satu rujukan tentang rasuah atau korupsi, mengisahkan suatu ketika Abdullah bin al-Lutbiyah ditunjuk menjadi pemungut zakat di Bani Sulaim. Usai menyelesaikan tugasnya, ia menghadap Rasulullah guna melaporkan pekerjaannya seraya berkata, “Ini untuk anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku”.
Kesal mendengar itu Rasulullah lalu berdiri di atas mimbar dan bersabda, “Apa sih maunya seseorang yang kutugasi untuk menangani sesuatu pekerjaan, sampai berani mengatakan ‘ini untuk anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku?’ Kalaulah dia tidak aku tugasi dan hanya duduk di rumah ayah atau ibunya, apakah mungkin hadiah itu datang sendiri kepadanya? ” kemudian beliau mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi dan berkata: “Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan. Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan”. Begitu saking kesalnya sampai diulang-ulang.
Abu Hurairah mengisahkan pula sabda Rasulullah tentang nasib buruk orang-orang yang menipu dan korupsi. Sementara Tirmidzi meriwayatkan, “Allah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap”. Betapa buruk dan haram hasil korupsi ditegaskan dalam hadis riwayat Ibnu Umar dan Ahmad, “Siapa saja yang membeli pakaian dengan sepuluh dirham, sedang di dalamnya terdapat dirham dari barang haram maka Allah tidak akan menerima shalatnya selagi pakaian itu ada pada dirinya.”
Hadis riwayat Thabrani mempertegas terkait dengan makanan haram, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil yang haram, maka neraka lebih layak baginya.”
Begitu banyak panduan hidup demi menyikapi rasuah, toh banyak orang yang paham namun tetap menerjangnya. Apa bukan sudah saatnya kita khususnya para ahli di bidang sosial, psikologi, pendidikan dan dakwah, mengkaji sistem dan metoda yang tepat agar ajaran-ajaran mulia itu bukan sekadar dipahami apalagi hanya dihafalkan, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan. Amin.