Nah. Terutama yang terakhir itu bisa menjadi poros dalil. Taruhlah khutbah Id dilaksanakan dua kali. Tapi bukankah khatib boleh terus duduk, dan bila demikian, seakan dia berkhutbah satu kali? Bukankah rukun khutbah seperti pada khutbah Jumat sebenarnya tidak mengikat, bila diingat bahwa khutbah Id bisa dilakukan dari punggung onta (atau kuda, atau mobil terbuka mengapa tidak?), tanpa khatib harus suci dari hadas, dan logisnya juga boleh disediai minuman? Bahkan, tidak ada hadis yang menerangkan bahwa mengucapkan takbir-takbir itu di awal khutbah. Tetapi, dalam hadis Ibn Majah di atas, di (banyak tempat) tengah khutbah. Tentang permulaan, seperti dituturkan Ibn Qaiyim dan dikutip Sabiq,”Nabi selalu memulai khutbah apa pun dengan hamdalah”.
Demikian, Saudara-saudara, sudah kami antarkan, dengan perkenan Allah, dua pendapat mengenai masalah yang Anda ajukan. Terakhir, kita ingat sekali lagi kesepakatan semua pihak: khutbah Id adalah sunah, bukan wajib. Karena itu perbedaan pendapat menjadi terasa lebih ringan lagi. Wallahul muaffiq.
Edisi 007 – 14 Maret 2019 (PANJI No. 10 Tahun 1 – 1997)