Ads
Muzakarah

Antara Tradisi dan Logika

Saudara Aswir Harun dan Saudara Hamdan, S. Ag., selaku ketua dan sekretaris Ta’mirul Masjid Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, bertanya tentang bilangan khutbah dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Yang kini berkembang di sementara kalangan, kata mereka, adalah khutbah yang hanya satu kali. Padahal, ketika membuka kitab-kitab Al-Muhadzdzab dan Nailul Authar (terjemahan), mereka mendapati hadis yang tegas-tegas menyebut bilangan khutbah Id masing-masing dua kali.

Adapun kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Juz 2, menyebutkan bahwa, menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i, “Khutbah dua hari raya tidak punya ikatan syarat khusus seperti khutbah Jumat yang harus dua kali dan dibatasi duduk”. Pertanyaannya: Apa alasan pengikut Imam Hanafi dan Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa khutbah dua hari raya boleh satu kali?

Jawaban Tim Muzakarah Panji

Ada 10 atau 11 macam khutbah dalam Islam. Yakni, khutbah Jumat, dua khutbah untuk dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dua khutbah untuk salat gerhana matahari dan gerhana bulan, khutbah shalat minta hujan, khutbah nikah, dan empat (menurut Mazhab Syafi’i) atau tiga (menurut Mazhab Hanafi) khutbah dalam upacara haji. Semuanya dilakukan masing-masing dua kali (semua ulama sepakat), kecuali khutbah nikah dan semua khutbah haji selain yang di Arafah.

Khutbah dua lebaran dilakukan selepas salat. Ini sama dengan khutbah salat minta hujan dan khutbah gerhana, tetapi berbeda dengan khutbah Jumat dan khutbah Arafah. Pernah, suatu masa, khutbah Id dilakukan sebelum salat. Konon yang memulainya adalah Khalifah Utsman ibn Affan. Tetapi, yang lebih sahih sebenarnya Marwan ibnul-Hakam. Alasan Marwan, seperti dikatakannya kepada Abu Sa’id Al-Khudri yang memprotesnya, orang-orang tidak lagi mau mendengarkan khutbah. Soalnya, menurut mereka, khutbah sudah dijadikan ajang caci-maki kepada orang-orang yang tidak selayaknya menerimanya, atau puji-pujian berlebihan kepada orang-orang tertentu.

Namun Az-Zuhri, periwayat hadis yang besar, mengatakan bahwa yang pertama kali memperkenalkan khutbah sebelum salat Id tak lain adalah Mu’awiah r.a. Alasannya: Umat Islam di Madinah makin banyak, dan perlu waktu untuk menunggu mereka berkumpul. Jadi, sambil menunggu, mengapa tidak khatib naik saja ke mimbar, dan memulai khutbah? Apa pun alasannya, kata penulis Subulus Salam, Al-Kahilani, khutbah Id sebelum salat adalah bid’ah karena menyalahi sunnah Nabi s.a.w. Abdullah ibn Umar jelas-jelas bertutur: “Nabi Muhammad s.a.w., Abu Bakar, Umar, dan Utsman melakukan salat dua hari raya sebelum khutbah.” Karena itu, kata Al-Kahilani, khutbah Lebaran sebelum salat tidak sah. Hal yang sama dikatakan Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad. Tetapi tidak demikian dengan Imam Hanafi. Menurut Abu Hanifah, khutbah sebelum salat sah. Hanya, sang khatib telah berbuat buruk karena menyalahi sunnah.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda