Ads
Muzakarah

Yang Dua Pahala dan yang Satu

Saudara Ahmad Fadil Mahfudz, dari Setiabudi, Jakarta Selatan, menuturkan pengalamannya pada sebuah perayaan Idul Adha. la, bersama keluarganya dan para tetangga, melakukan salat Id di musala. Tetapi ternyata, katanya, jumlah jamaahnya kurang dari 40 orang. Padahal seingat dia, seperti halnya pada salat Jumat, jumlah yang kurang dari 40 tidak mencukupi syarat. Jadi, salat mereka tidak sah. Tetapi Saudara Fadil ragu. la bertanya: Bagaimana yang sebenarnya?

Jawaban Ustadz Abu Fitri Firdausi

Jika Saudara Fadil menganggap jumlah 40 orang termasuk syarat sah salat Jumat maupun salat Id, itu baik. Asalkan Saudara tidak mendiskreditkan pendapat lain. Sebab para ulama tidak bersesuaian paham mengenai hal itu. Dan semua paham itu bersifat ijtihadi, alias kesimpulan sendiri, karena tidak ada nas yang definitif (qath’iyud dalalah) baik berupa hadis lebih-lebih ayat.

Memang, kitab seperti Al-Mausu’ah fil-Fiqhil Islami menganggap pendapat yang mengharuskan ditegakkannya salat Jumat “Jika jumlah orang yang wajib melaksanakannya sudah mencapai 40” itu sebagai hasil kesepakatan ulama (Ensiklopedi Ijmak, Pustaka Firdaus, 33). Tetapi itu tidak benar. Sebagian kelompok menganggap jumlah 40 belum menghasilkan hukum wajib (sementara juga terdapat banyak “kelompok di bawah 40”).

Adapun ijmak sebenarnya hanya terjadi pada pendapat mengenai berjamaah sebagai syarat sahnya salat jumat. Ini berdasarkan sabda Nabi yang dituturkan Thariq ibn Syihab r.a., “Ibadah Jumat adalah haq yang wajib atas setiap muslim di dalam jamaah”. Toh di sini terdapat variasi, seperti yang akan terlihat berikut.

Untuk Saudara Fadil ketahui, “aliran 40” itu pun punya berbagai syarat mengenai ke-40 orang itu. Yakni: semuanya laki-laki (wanita tidak dihitung), merdeka, sudah balig, dan penduduk setempat. Lagi: Tiap orang dari mereka tidak kekurangan syarat rukun salat, tidak menganggap salat Jumat ibadah sunah, tidak sedang dikenai kewajiban qadha, tidak menukar satu huruf dengan huruf lain (misalnya shad diucapkan syin), tidak “menelan” (tertelan-telan dalam pengucapan) huruf, dan tidak menambahinya sesuatu yang bisa mengubah makna atau melagukannya sampai kadar mengubah makna.

Nah. Jika terdapat seorang saja yang ummi (buta Qur’an), jumlah itu gugur. Tapi kalau semuanya (atau mayoritasnya) ummi, jumlah itu sah asalkan sang imam seorang qari (berkualifikasi “pembaca Quran”). Jika mereka yang memenuhi segala syarat hanya 39 orang, jumlah 40 bisa dicapai dengan memasukkan satu orang. yang memenuhi syarat, yang sudah salat di desa lain. Sedangkan jika segala persyaratan Jumat tidak terpenuhi, maka salat Jumat, menurut Imam Syafi’i, tidak wajib diselenggarakan bahkan haram, karena itu berarti pelaksanaan ibadah yang rusak (lihat Bughyatu Mustarsyidin, 80).

Itulah rahasianya mengapa sebagian dari kita yang mengikuti paham ini, dan mengerti benar aturannya, tidak mudah ikut salat Jumat di sembarang tempat. Kalaupun ikut, jika perlu ia melakukan ibadah (pengulangan) dengan salat zuhur, sebagai langkah “jaga-jaga”. Jadi, bukan asal 40 orang.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda