KPK Tetapkan Romahurmuziy Tersangka
Judul di atas adalah kalimat poster kampanye sekaligus meme dari Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy alias Romi yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 16 Maret 2019. Ungkapan sejenis dalam versi masing-masing yang memuji kelompoknya sendiri dan sebaliknya merendahkan yang lain, dewasa ini juga banyak beredar.
Kalimat tersebut diambil dari kalimat bijak yang berlaku universal, baik di Jawa, Belanda, Amerika maupun di kalangan muslim. Di Belanda terkenal dengan “jenis kumpul jenis “, di Jawa “gagak kumpul gagak, emprit kumpul emprit, maling kumpul maling.”
Pada dasa warsa 1960-an, tatkala remaja saya juga membaca artikel populer tentang nasihat Rose Kennedy, yang mengajarkan seni bergaul kepada anak-anaknya semenjak kecil, antara lain John F. Kennedy yang kemudian berhasil menjadi Presiden Amerika Serikat. Menurut Rose Kennedy, jika ingin menjadi negarawan maka bergaul dan bertemanlah dengan para negarawan. Kalau mau jadi pedagang, ya berteman dan bergaul dengan pedagang.
Hakikat yang sama terdapat pula dalam ajaran Islam, termasuk kisah-kisah Kanjeng Nabi Muhammad. Guru agama kami di SMA menceritakan anjuran Kanjeng Nabi untuk memilih teman, dengan mengibaratkan apabila mau bau wangi bergaullah dengan pedagang minyak minyak wangi. Kalau temannya pandai besi, maka jangan kaget jika bau badan kita sangit atau bau khas asap pembakaran, bahkan mungkin wajah kita pun bisa hitam dengan coreng-moreng jelaga.
Dalam sastra Jawa Serat Wulangreh, Sinuhun Pakubuwono IV mengajarkan:
“Yen wis tinitah wong agung
aja sira nggunggung diri
aja leket lan wong ala
kang ala lakunireki
nora wurung ngajak-ajak
satemah anulari.”
Bait ini disamping menasihatkan agar jangan sok serta semena-mena dalam kehidupan, juga mengajarkan agar kita pandai memilih teman. Jangan dekat atau bergaul dengan orang-orang yang berperilaku buruk. Sebab perilaku orang itu mudah menular ke kita.
Serat Wulangreh yang sarat dengan kandungan ajaran Al Ghazali itu, selanjutnya menyatakan :
“Yen wong anom pan wis tamtu
manut marang kang ngadhepi
yen kang ngadhepi akeh bangsat
datan wurung bisa juti
yen kang ngadep keh durjana
nora wurung bisa maling”
Sahabatku, inti ajaran dari bait tersebut adalah, watak dan perilaku anak muda, bahkan orang kebanyakan, pada dasarnya labil. Mereka mudah terpengaruh dengan lingkungan pergaulan, tergantung pada siapa yang berada di sekitarnya. Jika bergaul dengan bangsat, ia akan menjadi jahat. Jika teman gaulnya durjana, ia akan menjadi durjana.
Demikianlah, karena orang cenderung mengikuti lingkungan, maka sesungguhnya dengan mudah pula kita bisa menilai seseorang itu dengan melihat siapa saja teman pergaulannya.
Dalam konteks jaman sekarang, jika berteman koruptor, ia tidak akan risih lagi melakukan korupsi dan mengkonsumsi hasil korupsi. Jika teman usahanya penyuap yang senang bagi-bagi komisi, maka ia akan menganggap riswah sebagai hal yang halal. Jika temannya ngeboat atau para pengedar dan pemakai narkoba, maka ia pun akan mudah menjadi korban narkoba.
Sebaliknya jika teman kita seniman, kita pun bisa menjadi seniman atau setidak-tidaknya menjadi penggemar seni yang halus budinya. Jika teman bergaul kita para kyai yang sebenar-benarnya kyai, maka sedikit demi sedikit kita akan menyesuaikan perilaku kita dengan perilaku kyai tersebut. Tapi kalau kyainya, kyai-kyaian, kyai yang senang menjual ayat, yang lebih menonjol sebagai tontonan dibanding sebagai tuntunan, yang hanya mengutamakan penampilan formal yang kasat mata dibanding hakekat keagamaannya, maka kita pun akan mendapat pedoman hidup yang kurang pas.
Semoga kita senantiasa dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang benar-benar baik, yang senantiasa beriman dan beramal saleh.
Yuuk rehat akhir pekan dulu sembari menghirup kopi aroma kayu manis.