Misalnya Anda begitu disibukkan oleh Al Quran dan zikir kepada Allah. Sampai-sampai tak sempat berpikir untuk memohon sesuatu kepadaNya. Anda tak usah khawatir: Allah akan memberi Anda anugerah yang lebih baik dari yang Ia berikan kepada para pemohon.
Itu isi sebuah hadis qudsi, berasal dari firman Allah yang disampaikan dalam kata-kata Nabi, dan diriwayatkan Turmudzi dari sumber Abu Sa’id r.a.
Kitab-kitab tafsir Quran klasik biasanya membuka halaman-halaman pendahuluannya dengan keterangan tentang dua pokok, atau salah satunya. Pertama, penjelasan tentang kaidah-kaidah bahasa dan sastra Arab, sehubungan dengan pengertian dan terutama keindahan Quran. Kedua, penjelasan tentang keutamaan (fadhilah) Al Quran sendiri. Atau, kalau tidak, langsung kepada pokok yang kedua. Pada tafsir bi al-Ma’tsur, yang bersandar pada periwayatan, yang kedua itu selalu ditempuh dengan menerakan begitu saja berbagai hadis, sejenis yang kita muatkan di atas. Sebaliknya pada tafsir birra’yi, yang lebih bersandar pada penalaran dibanding pada hadis-hadis, yang terutama diterakan, sebagai titik pusar penuangan pemikiran mereka, adalah ayat-ayat Quran sendiri. Misalnya QS. 59:21: “Andai Kami turunkan Al Quran ini ke sebuah bukit, akan kaulihat dia tunduk dan terbongkah lantaran gentar kepada Allah. Demikianlah berbagai amsal itu kami ciptakan untuk manusia, agar mereka berpikir.”
Dalam himpunan Darimi dicatat kata-kata Abdullah (ibn Mastud) r.a.: “Tujuh surah panjang (dalam Al Quran) sebanding dengan Taurat. Surah-surah ‘ratusan’ sebanding dengan Injil. Surah-surah niatsani sebanding dengan Zabur, sedangkan seluruh Quran sesudah itu kelebihannya.” Tujuh surah panjang (As Sabiut Thiwaal atau AsSab’ut Thuwal) adalah Al Baqarah, Ali Imran, AnNisa, Al A’raf, Al An’am, Al Maidah, dan Yunus. Surah ‘ratusan’ (Al Miuun) terdiri atas seratus ayat ke atas seperti Hud, Yusuf, Mukmin. Sedangkan Al Matsani berisi kurang sedikit dari seratus ayat seperti Al Anfal atau Al Hijr. Di antara jenis surah-surah selebihnya termasuk (tidak disebut dalam teks di atas) yang dinamakan Al Mufashshal: Adh-Dhuha, Al Ikhlash, Al Falaq, An-Nas, dan sebagainya surah-surah pendek.
Turmudzi, dalam pada itu, merekam riwayat yang dikatakan berasal dari Ali r.a., sebuah hadis yang “bermasalah” (lihat Di Antara Kemungkinan Dusta). Di situ dinyatakan Ali mendengar Nabi s.a.w. bersabda, : “Akan bangkit beberapa kekacauan (fitnah), seperti potongan-potongan malam yang gelap.” Ali bertanya, “Ya Rasulallah, lalu apa yang bisa menyelamatkan?” Jawab Nabi, “Kitab Allah Ta’ala. Di situlah berita mereka yang sebelum kamu, mereka yang sesudah kamu, dan hukum di antara kamu. Dialah pemutus, bukan senda gurau. Barang siapa meninggalkannya karena seorang adikara, Allah menghancurkannya. Barang siapa mencari petunjuk selain dia, Allah menyesatkannya. Dialah tali Allah yang kuat, cahaya-Nya yang menerangi, dan peringatan yang bijak. Dialah jalan yang lurus, yang menjaga kecenderungan nafsu untuk tidak melenceng, gerakan lidah untuk tidak tercampur, dan pandangan untuk tidak bercabang. Tidak akan kenyang dari dia para cendekia, tidak akan bosan mereka yang takwa, tidak akan melunak oleh banyaknya sikap menolak, tidak akan putus seluruh keajaibannya. Dialah yang segala jin, bila mendengarnya, tak akan berhenti dari berkata, “Kami sudah mendengar Quran yang ajaib.” Barangsiapa menguasai ilmunya, ia di muka. Barang siapa bertutur dengan dia, ia benar dalam bicara. Barang siapa memberi hukum dengan dia, ia pun adil. Barang siapa beramal dengan dia, diberi pahala. Barang siapa menyeru orang kepadanya, ditunjuki ke jalan lurus. Ambillah dia untukmu, hai A’war.” A’war adalah periwayat yang menuturkan hadis ini dari Ali r.a. Dengan demikian kalimat terakhir itu milik Ali.