Di satu waktu, ketika Khadijah Radhiyallah ‘Anha (RA), istrinya, telah lama tiada, Rasulullah Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW) menyembelih kambing. Hari itu orang-orang di rumahnya bersama-sama menikmati daging kambing. Rasulullah Muhammad SAW, mengingatkan dan meminta sebagian daging kambing itu dibagikan kepada teman-temannya. “Bawalah daging ini ke rumah si fulan itu, ia adalah teman Khadijah,” kata Rasulullah SAW.
Begitulah, setelah Sayidah Khadijah RA wafat, bila ada yang bisa diberikan sebagai hadiah atau sedang ada makanan di rumah yang layak untuk dibagi Rasulullah SAW selalu membagikannya kepada teman-temannya. Tak lupa juga kepada teman-teman Khadijah RA. “Memelihara persahabatan termasuk bagian dari pengamalan iman,” kata Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagai pengamalan iman, memelihara persahabatan bagi Rasulullah SAW dilakukannya hampir setiap hari. Bila dalam tiga hari saja ia tak menjumpai seorang teman atau sahabatnya, misalnya, ia akan menanyakannya. Jka teman atau sahabat itu telah pergi jauh, maka ia mendoakannya. Jika teman itu berada di rumah, ia mengujunginya dan jika sahabat itu sakit, ia tentu membesuknya. Apalagi, bila Rasullah SAW menjanjikan sesuatu, ia pasti memenuhinya. “Al wa’du dainun –janji adalah utang,” kata sebuah pepatah Arab. Nabi SAW pun melarang keras siapapun mengingkari janji.
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah Muhammad SAW suka mengatur pekerjaan-pekerjaanya dan merapikannya agar tidak terlewat dalam memenuhi janji-janjinya. “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) memerintahkan kebaikan atas segala sesuatu,” kata Rasulullah SAW.
Dalam kitab Al-akhluqu lil Banin Juz 2 karya Ustadz Umar Baradja’, dikutip, Rasulullah SAW selalu berperilaku dan memperlakukan teman dan sahabatnya dengan baik. Tersenyum dan sikap ramah selalu dikembangkan dalam pergaulan sehari-hari. Bila berjumpa ia memulai untuk mengucap salam dan menjabat tangan mereka. Sering terlihat Rasullah SAW mengutamakan mereka daripada dirinya sendiri, sehingga mereka, teman dan para sahabatnya itu pun begitu menyukainya.
Rasulullah SAW juga menghormati para tetangganya yang tidak semuanya muslim –ada juga yang Yahudi, Nasrani, atau yang belum memeluk agama Islam. Rasulullah SAW juga menyeru agar selalu berbuat baik kepada tetangga.
Satu hari Rasullah SAW mengatakan kepada seorang sahabatnya, “Bila Engkau memasak masakan berkuah, baik bila Kau perbanyak airnya, dan bagikanlah kepada tetangga-tetanggamu”.
Rasulullah SAW juga sangat menghormati tamu, dan tentu sangat baik memperlakukan para kerabatnya. Suatu ketika datang kepadanya seorang perempuan yang dulu menyusuinya sewaktu masih bayi, Halimah Sa’diyyah RA. Tanpa sungkan Rasullah SAW yang sedang duduk lesehan, menggelar kain surbannya untuk bisa menjadi alas duduk bagi tamunya ini. Luar biasa rendah hati dan tinggi adab Rasulullah SAW ini.
Terhadap pelayan, Rasulullah SAW juga baik dan lembut. Ia tak pernah membentak pelayan, bahkan meminta siapa saja untuk memaafkan bila pelayan melakukan kesalahan.
Kepada anak-anak, apalagi. Bila ia sedang shalat, lalu mendengar anak kecil menangis, Rasullah SAW akan meringankan shalatnya, membuatnya simpel. Pernah suatu ketika Rasulullah SAW sedang shalat, cucunya Hasan RA yang masih balita menaiki punggungnya. Saat itu ia sedang bersujud, ia pun melambatkan sujudnya hingga Hasan kecil turun dari punggungnya.
Begitu agung adab Rasulullah SAW, hingga Allah mengabadikan dalam Al-Qur’an dan menyebutnya sebagai teladan. “Sungguh dalam diri Rasulullah (Muhammad SAW) terdapat teladan yang baik bagi kalian semua,” (Q.S. Al-Ahzab: 12). Dan, Rasullah SAW sendiri memang mendeklarasikan misinya di dunia ini sebagai pembawa perbaikan perilaku manusia, “Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq— sesunggunya aku ini diutus untuk menyempurnakan akhlak.”
Wallahu a’lam.
ABDUL RAHMAN MA’MUN