Ads
Cakrawala

Berbohong

Kata bohong belakangan ini ramai menghiasi layar televisi dan telpon genggam masyarakat. Bohong atau dusta, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak sesuai dengan hal atau keadaan yang sebenarnya.

Tentang bohong, pernahkah anda mendengar kisah dari Sulthanul Auliya atau Raja dari sekalian Wali Allah – Syeh Abdul Qadir Jailani semasa muda? MB.Rahimsyah, AR menuturkan dalam Kisah Nyata & Ajaran Para Sufi,  kekasih Allah yang lahir pada 1 November 1077 M di Jailan, Thabaristan, Iran ini tatkala berusia 18 tahun berangkat merantau ke Bagdad.

Sebagai bekal perjalanan, ibunya yang janda memberikan dua hal. Pertama nasihat, “Anakku, dalam segala hal dan dalam keadaan apa pun janganlah kau berbohong.” Abdul Qadir berjanji akan mematuhi dan mencamkan pesan sang ibu. Kedua, delapan puluh keping uang emas warisan almarhum ayahnya, yang selanjutnya dijahit di bagian dalam mantelnya, persis  di bawah ketiak. 

Di perjalanan rombongan mereka dihadang sekawanan perampok. Abdul Qadir yang berpenampilan paling sederhana dan terkesan miskin itu sesungguhnya tidak menarik perhatian. Namun secara iseng seorang perampok usil bertanya, “Apakah engkau punya uang?” Ingat janji kepada ibunya, Abdul Qadir menjawab, “ Ya saya punya uang delapan puluh keping emas.” Tentu saja jawaban tersebut mengagetkan para perampok yang bersahutan menanyakan kembali, dan dijawab dengan hal yang sama, sampai kemudian kepala perampok menanyakan sendiri, serta memeriksa kebenaran ucapannya.

Terkejut dengan kenyataan itu, Kepala Perampok bertanya, “Anak muda mengapa kau sejujur ini. Bukankah kejujuranmu bakal membawa sial?” Yang dijawab, “Tidak, ibuku telah berpesan jika aku  berbohong maka kepergianku bakal tidak bermakna. Karena itu aku harus tetap jujur.

Mendengar jawaban ini menangislah si kepala perampok, jatuh terduduk di kaki Abdul Qadir, dengan menyesali segala perbuatan dan dosanya. Menurut riwayat, kepala perampok beserta keempatpuluh anak buahnya, akhirnya menjadi murid pertama Syeh Abdul Qadir.

Sahabatku,

Kebohongan bisa membawa dampak besar dan buruk dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semakin penting, semakin tinggi kedudukan dan jabatan seseorang yang menyebarkan kebohongan, semakin besar pula dampak dan akibat dari kebohongannya. Oleh karena itu pula Sayidina Ali bin Abu Thalib pernah berpesan, “Jangan berteman dengan pembohong, karena dia tidak mungkin mendatangkan manfaat kepada anda.”

Kanjeng Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Pertanda orang munafik ada tiga yaitu apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari  dan apabila dipercaya berbuat khianat” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Perihal berbohong dan munafik, Islam melalui Al Quran, hadits dan sejumlah riwayat para sahabat banyak mengisahkan dan membahasnya, termasuk pengecualian atau berbohong yang diijinkan, yakni demi menyelamatkan nyawa manusia dari kejahatan dan menjaga rahasia dalam peperangan.

Tetapi mengapa ada saja orang yang suka berbohong? Pada umumnya memang sekali orang berbohong, maka ia akan menutupi kebohongannya itu dengan melakukan banyak kebohongan yang lain. Namun, ada pula orang yang suka berbohong karena menderita penyakit yang disebut  mythomania.

Penderita mythomania melakukan kebohongan bukan dengan maksud menipu orang lain. Yang membedakan penderita mythomania dengan pembohong biasa adalah penderita mythoma­nia sering tidak sadar bahwa dia sebenarnya sedang berbohong dan menceritakan khay­alan yang ada dalam kepalanya.

Kebohongan-kebohongan yang dilakukan olehnya cenderung di luar kesadaran, artinya dia tidak sadar bahwa orang lain akan merasa terganggu dengan kebohongan­nya, karena yang terpenting baginya adalah dirinya men­dapat pengakuan sekeliling­nya, pengakuan terhadap kenyataan yang ingin ia wujudkan demi melarikan dirinya dari kenyataan sebenarnya yang tidak mau ia terima, dengan tanpa rasa menderi­ta ataupun perasaan bersalah. Celakanya adalah jika penderita mythomania menduduki jabatan penting dalam masyarakat.

Semoga kita tidak termasuk dalam golongan para pembohong, dan juga dihindarkan serta dilindungi Gusti Allah dari para pembohong. Yuk, kita segarkan diri kita dengan wedang semelekete, campuran jeruk – jahe dan sereh

B.Wiwoho

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

1 Comment

Tinggalkan Komentar Anda